REPUBLIKA.CO.ID, CINCINNATI--Deborah Coleman, seorang warga Cincinnati, Amerika Serikat (AS) kehilangan tunjangan pengangguran pada April lalu. Hal ini dikhawatirkan juga terjadi pada jutaan orang lainnya. Selama hampir dua tahun, Coleman mengatakan telah mengajukan aplikasi rata-rata 30 hari kerja, tapi tetap menganggur. "Sudah terlambat untuk saya sekarang," katanya, menahan air mata di pusat kota Cincinnati.
Menurutnya hal ini akan semakin buruk jika Senat AS tidak melakukan apa-apa untuk menanggapi kondisi ekonomi yang memburuk. Coleman (58) seorang mantan manajer di sebuah perusahaan telekomunikasi, mengaku mendapatkan pekerjaan di batas negara bagian Ohio di Kentucky. Namun, dia tidak bisa menghubungi perusahaan itu karena mobilnya telah diambil dealer karena angsurannya tak terbayar. Sedangkan kendaraan umum tak ada yang menuju daerah tersebut. "Saya sudah kehilangan segalanya dan saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada saya," katanya.
Resesi buruk yang dialami Amerika telah membuat sekitar 8 juta orang seperti Coleman kehilangan pekerjaan. Pengangguran meninggat hingga 9,5 persen. Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, pada Juni 6,8 juga orang kehilangan pekerjaan atau 45,5 persen dari total pengangguran jangka panjang yaitu orang-orang yang tidak bekerja untuk jangka waktu 27 minggu atau lebih.
Sebelum resesi dimulai pada akhir tahun 2007, pengangguran di Amerika tetap mendapatkan subsidi dari pemerintah sekitar 100 dolar AS seminggu. Uang itu terus diberikan selama 26 minggu atau sekitar enam bulan terhitung sejak mereka kehilangan pekerjaan.
Beberapa kritikus mengatakan subsidi untuk para pengangguran ini menambah besar defisit fiskal negara. Ada kemungkinan juga membuat orang yang bersangkutan enggan mencari pekerjaan karena hidupnya ditanggung pemerintah.