REPUBLIKA.CO.ID, Tiga publikasi berita utama mengungkap sejumlah dokumen dan menyatakan di dalamnya berisi pembunuhan tak terlaporkan terhadap warga sipil Afghanitas. Bobot isi kertas-kertas rahasia itu disebut sebagai salah satu kebocoran terbesar dalam sejarah militer AS. Gedung Putih pun mengecam kebocoran tersebut sebagai "bentuk tak bertanggungjawab".
Laporan yang dipublikasikan oleh The Guardian, New York Times dan media mingguan Jerman, Der Spiegel, Senin (26/7) mengatakan insiden dokumen bocor itu mengungkap keprihatinan NATO bahwa Pakistan dan Iran membantu pemberontak Taliban di Afghanistan.
Namun, duta besar Pakistan di Washington membantah dan mengatakan laporan ilegar itu tidak mencerminkan kenyataan sesungguhnya yang terjadi di lapangan. "Amerika Serikat, Afghanistan dan Pakistan adalah partner strategis dan bergabung bersama untuk menumpas Al Qaidah serta sekutunya, Taliban, secara militer dan politik," ujar sang dubes, Husain Haqqani.
Laporan itu juga mengungkap sejumlah data, yakni, Taliban memiliki akses ke peluru kendali portable pencari-panas untuk penghancuran pesawat. Juga data tentang unit rahasia AS, gabungan pasukan AL dan AD Amerika Serikat, yang baru saja terlibat misi untuk menangkap atau membunuh tokoh-tokoh utama pemberontak.
Tak hanya itu, laporan juga mengungkap korban sipil masif yang tak dilaporkan, baik sebagai korban pengeboman Taliban atau misi NATO yang melenceng dalam operasi.
Meski dokumen tidak mengungkap temuan baru dramatis, mereka mengungkap betul bagaimana kesulitan yang dihadapi AS dalam perang ini serta jumlah korban sipil yang besar. Laporan itu menyatakan gambaran mengerikan tanpa ujung akhir tentang perang Afghan.
Dalam sebuah pernyataan, Penasehat Keamanan Nasional AS, Jenderal James Jones, mengatakan informasi rahasia macam itu "'dapat membuat hidup warga Amerika dan partnernya dalam risiko sekaligus mengancam keamanan nasional kita".
Ia mengatakan dokumen itu hanya meliputi periode dari 2004 hingga 2009, sebelum Presiden Obama mengumumkan strategi baru dengan peningkatkan sumber daya mendasar bagi kehidupan rakyat Afghanistan.
Namun ketua Komite Hubungan Luar Negeri, Senat AS, John Kerry, mengatakan, betapa pun ilegalnya dokumen-dokumen tersebut, mereka telah memunculkan banyak pertanyaan serius tentang kebijakan Amerika terhadap Pakistan dan Afghanistan. "Ini menunjukkan Kebijakan itu di ambang krisis dan dokumen-dokumen ini mungkin menggarisbawahi dengan baik apa yang dipertaruhkan dan membuat perhitungan yang dibutuhkan untuk kebijakan lebih mendesak," ujar senator asal Demokrat itu menegaskan.