REPUBLIKA.CO.ID,SYDNEY--Pemerintah Australia, Selasa, memerintahkan penyelidikan internal sektor pertahanan terkait dengan ribuan dokumen milik Amerika Serikat (AS) tentang perang di Afghanistan, dan mencari tahu apakah informasi itu bisa membahayakan operasi pasukan Australia di Afghanistan. Perdana Menteri (PM) Julia Gillard, yang pemerintahannya mengalokasikan 1.550 orang tentara ke Afghanistan, mengatakan dirinya sangat cemas dengan apa yang disebutnya dengan 'kebocoran materi yang setara dengan kebocoran informasi keamanan nasional'. "Isu ini menyentuh kepentingan negara karena isinya terkait dengan keberadaan para personel yang sedang bertugas di Afghanistan," katanya.
Gillard mengatakan pemerintah dan partai oposisi akan mendapat penjelasan yang detil dari para penjabat Departemen Keamanan Australia terkait penyelidikan ini. Australia, yang pertama kali mengirim tentaranya ke Afghanistan pada tahun 2001, turut disebut-sebut dalam ribuan dokumen yang bocor dan dipublikasikan oleh situs WikiLeaks pada Minggu (25/7).
Tuduhan yang kontroversial adalah bahwa Pakistan - sekutu kunci Amerika - mengizinkan para mata-matanya untuk bertemu secara langsung dengan orang-orang Taliban.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Stephen Smith mengatakan bahwa Departemen Pertahanan dan militer akan membutuhkan waktu untuk menentukan bagaimana mereka akan beraksi terhadap 'kebocoran yang sangat disayangkan ini'. "Kita berhadapan dengan 90-100.000 dokumen, dan tentu kita membutuhkan waktu untuk memeriksa semuanya," kata Smith kepada jaringan televisi Ski News.
Hingga saat ini, 17 orang tentara Australia meninggal dunia di Afghanistan sejak mantan PM John Howard bergabung dalam pasukan koalisi bentukan Amerika Serikat yang menyerbu Afghanistan untuk menghancurkan Taliban setelah serangan pesawat terbang bunuh diri di Amerika pada tahun 2001.