REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Prancis telah menyatakan perang terhadap Alqaidah dan langsung melancarkan serangan pertama terhadap sebuah kamp yang diduga jaringan teror kelompok tersebut di Afrika Utara. Serangan itu dilancarkan setelah kelompok ini menewaskan seorang pekerja Prancis yang disandera sejak April lalu.
Deklarasi dan serangan terbuka ini menandai pergeseran strategi Prancis melawan terorisme yang biasanya tidak digembar-gemborkan dan memilih pertempuran di belakang layar.
"Kami berperang melawan Alqaidah," kata Perdana Menteri Francois Fillon, Selasa (27/7) sehari setelah Presiden Nicolas Sarkozy mengumumkan kematian Michel Germaneau (78 tahun) yang disandera kelompok ini.
Pekerja kemanusiaan itu diculik pada 20 April oleh Alqaidah saat berada di Nigeria dan kemudian dibawa ke Mali, demikian keterangan para pejabat pemerintah Perancis. "Para pembunuh itu tidak akan bebas tanpa dihukum," kata Sarkozy.
Pernyataan Presiden Sarkozy cukup keras mengingat kebiasaan Prancis yang biasanya lunak dengan sekutu regionalnya, yakni Mauritania, Mali, Nigeria, dan Aljazair di mana Alqaidah berperan mendorong pemberontkan di wilayah itu. Prancis akan mengaktifkan berbagai kerjasama yang dilakukan dengan pemerintah negara-negara tersebut untuk menghentikan terorisme di sana.
"Ini merupakan ancaman universal yang menyangkut seluruh dunia, bukan hanya Prancis atau Barat," kata Menteri Pertahanan Herve Morin dalam sebuah wawancara televisi. Ia menyatakan akan mendukung otoritas lokal sehingga para pembunuh dan anggota kelompok pemberontak ini dilacak dan dibawa ke pengadilan. "Kami akan membantu mereka," tukasnya.
Aljazair, Mauritania, Mali, dan Nigeria pada April lalu membuka markas militer bersama yang di padang gurun wilayah mereka untuk merespon ancaman dari penyelundup dan organisasi cabang Alqaidah. Pasukan Khusus Amerika Serikat telah membantu melatih pasukan empat negara ini dalam beberapa tahun terakhir.