Kamis 05 Aug 2010 23:32 WIB

Cina Tetap Pertahankan Hubungan Bisnis dengan Iran

Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad dan Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao
Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad dan Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING--Seruan pejabat senior Amerika Serikat kepada Beijing untuk mengikuti sanksi PBB terhadap republik Islam itu tak membuat Cina berubah haluan. Negara tirai bambu itu tetap mempertahankan hubungan bisnisnya dengan Iran.

Pernyataan juru bicara kementerian luar negeri Cina itu disiarkan di media negara Kamis. "Perdagangan Cina dengan Iran adalah pertukaran bisnis biasa, yang tidak terpengaruh kepentingan-kepentingan negara lain dan masyarakat internasional," kata juru bicara Jiang Yu, seperti yang dikutip oleh Cina Daily. "Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PB, Cina selalu mengamati resolusi Dewan."

Pada Juni lalu, Dewan Keamanan PBB memberlakukan paket keempat sanksi terhadap Iran berkaitan dengan program nuklir yang disengketakan. Barat dan Israel menuduh program itu sebagai kedok untuk pembuatan senjata, terutama atas penolakan Iran untuk membekukan pengayaan uranium.

Cina, yang adalah pemegang hak veto di Dewan Keamanan, mendukung tindakan PBB. Namun sejak awal Beijing menentang dikenakannya sanksi sepihak oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, sebaliknya menyerukan dilakukan perundingan-perundingan.

Pada Senin, Robert Kinhorn, penasehat husus Departemen Luar Negeri AS, mengimbau Cina untuk mendukung penuh sanksi-sanksi terhadap Iran dan Korea Utara, yang juga dicurigai mengembangkan senjata nuklir. "Kami ingin China sebagai pemangku kepentingan bertanggungjawab di dalam sistem internasional," kata Einhorn saat berkunjung ke Seoul. "Itu berarti kerja sama dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB dan tidak mendukung atau tidak mengambil keuntungan dari menahan diri dari tanggung jawab negara lain."

Juga pada Senin, anggota parlemen AS, Ileana Ros-Lehtinen--petinggi Republik di Komite Luar Negeri Dewan Perwakilan--mengatakan, investasi oleh perusahaan-perusahaan milik Cina di sektor energi Iran secara efektif mendukung program nuklir Iran. Ros-Lehtinen tidak menjelaskan secara rinci.

Namun para pejabat AS menuding bahwa perusahaan-perusahaan Cina melangkah untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan yang meninggalkan Iran karena sanksi PBB dan AS. "Kini saatnya untuk melaksanakan sanksi hukum kami dan menunjukkan kepada Rusia dan Cina bahwa ada konsekuen untuk bersekongkol dengan Iran dan mengambangkan sanksi-sanksi AS," katanya dalam pernyataan.

sumber : Ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement