REPUBLIKA.CO.ID,ABU GRAIB--AS secara resmi telah menyerahkan seluruh pengawasan tugas tempur kepada pihak keamanan Irak. Langkah itu dilakukan meski kondisi keamanan di Irak dalam beberapa waktu terakhir kembali dilanda aksi kekerasan.
Presiden AS, Barack Obama, Senin lalu menyatakan keputusannya untuk mulai menarik pasukan 31 Agustus mendatang sudah tidak dapat dirubah. AS hanya akan menyisakan sekitar 50 ribu pada 1 September mendatang untuk melatih personil keamanan Irak dan mengawasi sejumlah proyek penting milik AS. ''Hari ini merupakan saat paling penting karena kami akan menyerahkan tanggung jawab keamanan sepenuhnya kepada militer Irak,'' kata komandan militer AS di Irak, Raymond Odierno.
Saat ini jumlah militer AS di Irak masih mencapai 65 ribu personil. AS pernah menempatkan pasukannya hingga 150 ribu orang saat perang Irak mendapai puncaknya. AS juga masih menempatkan enam brigade setelah pasukan tempur AS meninggalkan negara itu akhir bulan ini.
Maraknya aksi kekerasan belakangan ini, menyusul pemilu lalu yang belum dapat membentuk pemerintahan yang permanen, Odiero menyatakan, militer Irak telah menjalankan tugasnya dan semua yang telah direncanakan tidak terganggung dengan tertundanya pembentukan pemerintahan yang baru.
Menteri Pertahanan Irak, Abdel Qader Jassim menyatakan masalah pembentukan pemerintahan koalisi merupakan persoalan politik. Namun, militer Irak yang utama harus bertanggung jawab menangani masalah keamanan di negara ini.
Selama ini AS telah membantu militer Irak melakukan patroli ke sejumlah wilayah dan militer AS berkeyakinan jumlah 50 ribu pasukan di Irak sudah cukup untuk membantu mengatasi terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.
Di kota Basra, menurut //BBC// terjadi ledakan yang meminta korban tewas 14 orang dan melukai 35 lainnya. Ledakan itu disebabkan oleh sebuah mesin generator listrik. Ledakan itu terjadi di pasar Al Ashaar yang berjarak 550 kilometer dari kota Baghdad. Menurut sejumlah laporan di pasar itu terjadi dua kali ledakan.
Selama ini sejumlah kelompok masyarakat kerap mengoperasikan mesin pembangkit listrik pribadi karena mereka kerap mengalami gangguan listrik atau memperoleh jatah pemadaman bergilir. Terbatasnya pasokan listrik itu telah menuai protes dari sejumlah warga termasuk di wilayah Basra yang kaya minyak itu. Bahkan Juni lalu dua warga di kota ini tewas setelah polisi menembak mereka saat warga melancarkan protes masalah kelangkaan listrik tersebut.
Insiden itu memaksa menteri kelistrikan Irak menundurkan diri dari jabatannya. Basra sendiri yang banyak dihuni warga muslim shiah, relatif tidak banyak mengalami gangguan aksi teror kelompok bersenjata sepanjang tahun ini. Warga Irak sendiri saat ini menyalahkan pemimpin Irak yang belum mampu membentuk pemerintaha koalisi yang baru sejak usai pemilu lima bulan silam.