REPUBLIKA.CO.ID, KABUL--Jumlah warga sipil yang tewas dalam perang Afghanistan melonjak 21 persen pada semester pertama tahun 2010. Persentase ini didapatkan berdasarkan laporan PBB yang dirilis di Kabul, Selasa (10/8).
Tak lama setelah PBB merilis laporannya, dua orang bersenjata dengan bahan peledak yang terikat di badan mereka mencoba menyerbu kantor perusahaan keamanan internasional di Kabul. Ketika penjaga melawan, para pria pun meledakkan bom mereka. Akibat ledakan tersebut dua sopir berkebangsaan Afghanistan tewas.
Laporan PBB menunjukkan penurunan jumlah korban sipil dari tindakan NATO. Tetapi secara keseluruhan angka kematian akibat perang semakin meningkat. Dan ini tentunya merusak tujuan koalisi untuk memperbaiki keamanan dalam menghadapi pemberontakan Taliban.
Menurut laporan PBB, 1.271 warga Afghanistan tewas dan 1.997 orang luka-luka. Mayoritas akibat pemboman dalam enam bulan pertama tahun ini. Ada 1.054 kematian warga sipil dalam enam bulan pertama tahun 2009. PBB mengatakan, pemberontak bertanggung jawab atas 72 persen dari kematian ini.
Di selatan, orang berkata bahwa mereka terlalu takut untuk bekerja dengan pasukan NATO atau pemerintah Afghanistan karena mereka berpikir akan menjadi target kelompok perlawanan.
Sementara itu, laporan PBB mencatat sekitar 223 orang, atau 18 persen, dari kematian Afganistan karena AS, NATO, dan pasukan pro-pemerintah. Angka ini turun dari 310 kematian, atau 31 persen, selama enam bulan pertama tahun lalu.
Jenderal Stanley McChrystal, mantan komandan NATO, memperkenalkan aturan ketat pada serangan udara. Penggantinya, Jenderal David Petraeus, telah melanjutkan kebijakan tersebut. ''Kami mencatat bahwa bahkan peningkatan pemberontak menyebabkan kematian bisa merugikan upaya NATO,'' kata Petraeus.