Selasa 17 Aug 2010 19:55 WIB

Israel Hanya Terima AS Sebagai Penengah Pembicaraan Langsung

Benyamin Netanyahu dan Barack Obama dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih
Foto: AP
Benyamin Netanyahu dan Barack Obama dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih

REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM--Pemerintah Israel hanya akan menerima undangan untuk mengadakan perundingan langsung mengenai perdamaian dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, jika pemerintah Amerika Serikat yang mengundang, dan bukan apa yang disebut sebagai  Kuartet Timur Tengah. Kabinet keamanan yang terdiri dari tujuh orang dan berada di bawah pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyepakati hal tersebut. Demikian laporan radio Israel Senin pagi kemarin (16/08).

Selain itu, undangan dari Gedung Putih tersebut tidak boleh mengikutsertakan syarat, yang harus dipenuhi Israel sebelum memulai perundingan kembali dengan Abbas, yang telah terhenti satu setengah tahun lalu.

Kuartet Timur Tengah, yang beranggotakan AS, Uni Eropa, PBB dan Rusia akan memberikan pernyataan resmi berkaitan dengan hal ini. Demikian dilaporkan lebih lanjut oleh radio Israel. Dalam pernyataan bersama ini, Israel dan Palestina akan diminta untuk mengadakan kembali pembicaraan langsung. Kuartet Timur Tengah menuntut pemerintah Israel untuk meneruskan penghentian sementara pembangunan pemukiman di wilayah Tepi Barat Yordan, yang diduduki.

Pembicaraan perdamaian itu rencananya akan selesai dalam setahun. Pokok utama pembicaraan harus mengenai pendirian negara Palestina di wilayah-wilayah yang diduduki Israel tahun 1967, serta pengakuan Yerusalem timur sebagai ibukota negara Palestina yang akan datang.

Tuntutan Kuartet Timur Tengah ini ditolak pemerintahan Netanyahu. Menurut laporan baik di koran Israel, maupun Palestina, Kuartet Timur Tengah membuat pernyataan berdasarkan desakan Presiden Mahmoud Abbas. Presiden Palestina itu ingin agar Eropa lebih diikutsertakan dalam perundingan perdamaian, yaitu untuk menjadi instasi yang mengawasi kedua pihak yang bertikai.

Abbas terutama menginginkan hal itu untuk mencegah terus dilaksanakannya pembangunan pemukiman Yahudi, saat perundingan perdamaian masih berlangsung, seperti telah terjadi di masa lalu.

sumber : Deutche Welle
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement