Kamis 19 Aug 2010 04:49 WIB

Kebijakan Turisme Narkoba Belanda Jadi Bumerang

Kaum muda pembeli narkoba di toko-toko dalam kota perbatasan Belanda. Sedikit dari mereka yang asli Belanda.
Foto: New York Times
Kaum muda pembeli narkoba di toko-toko dalam kota perbatasan Belanda. Sedikit dari mereka yang asli Belanda.

REPUBLIKA.CO.ID, MAASTRICHT, BELANDA--Pada sebuah malam di musim panas, Kedai Kopi Easy Going milik Marck Josemans penuh sesak. Antrian panjang orang-orang yang ingin membeli rokok dan daun ganja, memanjang hingga area penerima tamu di mana mereka menunggu di balik pembatas kaca.

Ribuan 'turis narkoba' meluruk ke toko kecil itu saban hari, yang terletak di kawasan tenggara Belanda. Dalam setahun paling tidak ada dua juta pembeli, demikian menurut keterangan pejabat setempat. Satu-satunya tujuan utama datang ke 13 'kedai kopi' kota itu ialah membeli berbagai macam olahan daun ganja, seperti Big Bud, Amnesia dan Gold Palm tanpa takut ditangkap polisi demikian menurut laporan harian New York Times, Rabu (18/8)

Ini adalah atraksi di Maastricht dan kota-kota dekat perbatasan lain di Belanda yang kini dengan senang hati diharapkan oleh sebagian besar warga untuk menghilang.

Berjuang mengatasi kemacetan dan tingkat kejahatan, kota itu mendorong kebijakan pelegalan penggunaan narkoba sebagai rekreasi, khusus bagi warga Belanda saja. Kebijakan itu melarang penjualan bagi warga asing yang melintasi negara itu untuk tujuan menikmati narkoba.

Namun, kebijakan itu kini justru menghadapi tantangan dari hukum perdagangan bebas yang diterapkan Uni Eropa. Pasalnya, mereka yang mendatangi para 'kedai kopi' itu bukan hanya warga Belanda.

Kasus itu kini bergulir ke pengadilan UE dan disorot dari dekat oleh para pakar hukum sebagai ujian apakah Mahkamah Eropa akan tergoda untuk mengecualikan penerapan aturan di Belanda. Bila itu terjadi berarti UE mengizinkan pertimbangan keamanan sebuah negara mengalahkan jaminan Uni Eropa atas single market (pasar tunggal) tanpa batas untuk setiap barang dan layanan di antara negara-negara anggotanya.

Angka Kriminal Meningkat

Pejabat kota Maastricht mengatakan mereka semakin miris melihat pemandangan menyeramkan akibat kebijakan toleransi narkoba yang dibuat pemerintah. Toleransi narkoba itu awalnya ditujukan untuk menjaga pemuda Belanda tetap aman. Kebijakan itu sebenarnya telah diterapkan ketika aturan perbatasan antar negara Eropa masih sangat ketat.

Kini mereka menyaksikan kawasan itu berubah sepenuhnya menjadi sesuatu yang baru dan penuh horor. Kota-kota utama perbatasan seperti Maastricht, yang mudah dijangkau dengan hanya mengemudi dari Belgia, Prancis dan Jerman, telah menjadi titik utama pasokan narkoba regional.

Maastricht kini memiliki angka kejahatan tiga kali lipat lebih banyak ketimbang kota-kota lain yang jauh dari perbatasan. "Mereka datang dengan kendaraan, membuat banyak suara dan sebagainya," kata mantan walikota Maastricht, Gerd Leers, yang telah bertugas selama delapan tahun. "Namun bagian terburuknya, kelompok orang-orang itu berjumlah sangat besar. Ini menjadi target atraktif bagi kriminal yang ingin menjual barang-barang keras mereka tanpa takut ditangkap dan mereka di sini sekarang."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement