REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON —Menceburkan diri dalam peran pelaku perdamaian Timur Tengah yang telah mengalahkan banyak pemimpin AS, Presiden Barack Obama, Jumat (20/8) mengundang Israel dan Palestina untuk mencoba melakukan pembicara tatap muka kembali. Pembicaraan dilakukan demi menghasilkan perjanjian bersejarah untuk mendirikan negara Palestina Merdeka dan mengamankan perdamaian untuk Israel.
Negosiasi yang mandeg dua tahun lalu rencananya akan dilanjutkan 2 September mendatang di Washington, demikian menurut Menteri Luar Negeri AS, Hillary Rodham Clinton. Obama akan menjadi tuan rumah bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina, Mahamoud Abbas dalam acara makan malam sehari sebelumnya.
Tujuan utama ialah; kesepakatan dalam jangka setahun atas isu-isu alot yang telah menenggelamkan negosiasi sebelumnya, termasuk perbatasan bagi negara Palestina dan nasib Jerusalem yang disengketakan dan diklaim sebagai kota suci kedua belah pihak.
"Ada banyak kesulitan di masa lalu, pasti akan ada kesulitan di depan nanti," ujar Clinton. "Tanpa keraguan kita akan menghantam lebih banyak rintangan."
Tak lama, setelah Clinton mengumumkan rencana itu, gerakan Hamas yang mengontrol Jalur Gaza, yang bakal menjadi bagian dari negara Palestina merdeka, menolak perundingan itu. Merke mengatakan pembicaraan bakal didasarkan janji-janji kosong.
Pemimpin palestina, Jumat, menerima undangan AS, namun mereka juga mengatakan akan mundur dari perundingan bila Israel melanjutkan kembali pembangunan perumahan di tanah jajahan di mana Palestina akan mendirikan negara merdeka. "Jika pemerintah Israel memutuskan mengumumkan tender konstruksi baru pada 26 September, maka kami tak akan melanjutkan perundingan," ujar Saeb Erekat, setelah melakukan pertemuan dengan komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Ramallah.
Ucapan jurubicara Palestina itu merujuk pada pembekuan aktivitas konstruksi perumahan di Tepi Barat selama 10 bulan yang akan segera berakhir.