REPUBLIKA.CO.ID, CIUDAD VICTORIA, MESIKO--Dua bom mobil Jumat (27/8) pagi meledak di Meksiko utara. Itu merupakan serangan terakhir di daerah tempat beberapa hari sebelumnya marinir menemukan 72 mayat orang ditembak, di negara yang kini melancarkan perang melawan kartel narkotika itu.
Ledakan-ledakan tersebut, akibat bom kedua dan ketiga yang diletakkan di dalam sebuah kendararaan bulan ini, terjadi di Ciudad Victoria, ibu kota negara bagian Teluk utara Tamaulipas. Itu juga menjadi ledakan bom keempat di Meksiko sejak Juli. Namun ledakan-ledakan tidak menimbulkan kerusakan pada gedung-gedung.
Ledakan-ledakan terjadi pada hari yang sama ketika para pejabat menemukan mayat seorang perwira polisi yang sedang menyelidiki pembantauan puluhan migran, dalam serangan lain yang diduga dilakukan oleh gembong obat yang sedang dicari. "Saya katakan ledakan dua bom mobil di sini di negara bagian ini, salah satunya di kantor kepolisian lalu lintas lokal dan lainnya di instalasi televisi," kata Gubernur Tamaulipas, Eugenio Hermandez, dikutip oleh penyiar terkenal Meksiko.
Salah satu dari ledakan, sepertinya adalah bagian dari kampanye untuk mengintimidasi media. Bom yang lebih kecil dari mesin mobil diletakkan di depan kasis di jalan dekat studio Televisa di Ciudad Victoria, 350 kilometer selatan perbatasan Teksas.
Televisa tidak memberikan rincian ledakan tersebut. Bom mobil adalah senjata baru dalam perang obat di Meksiko. Kendaraan yang diledakkan juga terlihat relatif tidak canggih.
Kepolisian Amerika Serikat yang dekat dengan penyelidikan-penyelidikan mengatakan, dua bom pada Jumat sepertinya dibuat dari bahan peledak komersil dan diledakkan melalui alat kendali jarak jauh. "Saya bisa membandingkan bom hari ini dengan bom pada 5 Agustus di Ciudad Victoria," kata sumber, merujuk pada ledakan bom mobil pada awal bulan ini di kota itu.
Empat orang tewas dalam Juli pada aksi kekerasan di kota perbatasan Ciudad Huarez karena sebuah bom yang disembunyikan di dalam mobil. Itu adalah serangan pertama sejak Presiden Felipe Calderon berkuasa.
Lebih dari 28.000 orang telah tewas dalam kekerasan obat sejak Calderon melancarkan perang terhadap obat-obatan terlarang pada akhir 2006. Akibat kekerasan makin meningkat, pemerintah AS mengatakan kepada staf konsulatnya di Monterrey memindahkan anak-anak mereka dari kota utara itu, yang adalah pusat perdagangan yang dekat dengan hubungan AS.