REPUBLIKA.CO.ID,BEIJING--Cina sedang menyelidiki empat warga Jepang yang diduga secara ilegal memfilmkan target-targer militer dan memasuki zona militer tanpa otorisasi. Media pemerintah di Cina melaporkan hal ini di tengah ketegangan yang meningkat antara Beijing dan Tokyo atas tabrakan kapal nelayan dekat pulau yang disengketakan.
Xinhua News Agency milik pemerintah Cina mengutip otoritas keamanan negara di kota Shijiazhuang yang mengatakan mereka telah "mengambil tindakan terhadap empat warga Jepang tersebut setelah menerima laporan tentang kegiatan ilegal mereka. Namun tidak dirinci lebih lanjut mengenai tindakan yang diambil serta kegiatan mereka.
Pihak berwenang menuduh Jepang memasuki zona militer tanpa otorisasi di provinsi Hebei yang beribukota Shijiazhuang. Laporan singkat Kamis malam itu tidak mengatakan apakah empat warga Jepang itu kini dalam tahanan.
Fujita Corp, sebuah perusahaan konstruksi yang berbasis di Tokyo mengidentifikasi empat laki-laki itu sebagai Yoshiro Sasaki (44 tahun), Hiroshi Hashimoto (39 tahun), Sadamu Takahashi (57 tahun) dan Junichi Iguchi (59 tahun) dan membenarkan bahwa mereka karyawan.
Pada jumpa pers, juru bicara Fujita, Tatsuro Tsuchiya mengatakan perusahaan belum dapat menghubungi karyawannya sejak menerima pesan teks satu kata dari salah satu dari mereka pada Selasa pagi yang bertuliskan "tolong". "Kami berharap mereka akan dirilis secepat mungkin," kata Tsuchiya.
Kantor berita Kyodo melaporkan para karyawan itu sedang menyiapkan sebuah proyek untuk membuang senjata kimia sisa Perang Dunia II. Namun Fujita tidak mengkonfirmasi hal itu. Kementerian Luar Negeri Jepang mengkonfirmasi telah menerima kabar dari pemerintah Cina tentang insiden itu pada Kamis malam (24/9) . Namun mereka juga tidak memberikan pernyataan lebih lanjut.
Perkembangan ini dapat memperkeruh hubungan dua negara yang memang tengah sengit itu setelah Jepangmenahan seorang kapten kapal nelayan Cina. Kapten kapal ditangkap setelah kapalnya bertabrakan dengan kapal penjaga pantai Jepang di Laut Cina Timur.
Wilayah itu disebut Diaoyu di Cina dan Senkaku dalam bahasa Jepang. Meski pulau-pulau itu dibawah kendali Jepang, tetapi Cina juga mengklaim perairan yang kaya ikan tersebut.