Rabu 29 Sep 2010 17:32 WIB

Liz Murray, Tunawisma yang Berhasil Lulus dari Harvard

Liz Murray
Foto: AP
Liz Murray

REPUBLIKA.CO.ID, BRONX--Universitas Harvard, siapa tak kenal? Masuk ke sana, tak semua orang bisa. Hanya yang berotek encer dan tajir yang bisa menembusnya.

Pengecualian terjadi pada Liz Murray. Anak jalanan yang berorang tua pecandu narkoba dan tak memiliki rumah ini, dengan tekadnya yang gigih, berhasil menembus tembok kokoh perguruan tinggi di negara kapitalis itu. Tak hanya itu, ia berhasil lulus dengan nilai memuaskan.

Dalam buku terbaru yang dalam hitungan hari menjadi best seller di AS, Liz menceritakan kisah hidupnya, mulai dari berbagi pasta gigi dengan adiknya sebagai menu makan malam, ketergantungan narkoba orang tuanya, hingga saat berjuang meraih gelar sarjana dari universitas beken itu.

Dibesarkan di Bronx dengan orang tua yang kecanduan obat berat, Liz Murray putus sekolah dan menjadi gelandangan pada usia 15. Ia dan adiknya dipaksa untuk mencuri makanan untuk bertahan hidup.

"Kami makan es batu karena rasanya seperti makan. Kami membagi sebuah tabung pasta gigi di antara kami untuk makan malam," ujarnya.

Namun satu yang tak pernah ditinggalkan kedua kakak beradik ini: meninggalkan bangku sekolah. Mereka menempuh pendidikan dasar dan menengah di sekolah kotor dan penuh dengan kutu.

Melalui buku yang luar biasa berjudul Breaking Night: A Memoir Of Forgiveness, Survival, And My Journey From Homeless To Harvard, dia bercerita tentang bagaimana  mengubah hidup di sekeliling untuk lulus dari Harvard. Buku ini akan diterbitkan di Inggris pada bulan Januari. Kini, kisah hidupnya akan menjadi sebuah drama televisi yang dibintangi pemeran American Beauty, aktris Thora Birch.

Dalam bukunya, wanita 29 tahun ingat bagaimana ia menghabiskan masa kecilnya menonton orangtuanya menghabiskan pembayaran kesejahteraan mereka pada heroin dan kokain. 'Kedua orang tua saya hippie. Pada saat awal 1980-an saat aku dilahirkan, disko dan obat adalah makanan sehari-hari keduanya," jelasnya.

Saat berusia tiga atau empat tahun, ia terbiasa melihat orang tuanya mabuk berat akibat narkoba. "Aku belajar bahwa Ma dan Pa punya kebiasaan aneh bersama, dengan rincian yang tersembunyi dari saya," katanya.

Dalam memoar itu juga dikisahkan  bagaimana orangtuanya mencuri uang ulang tahunnya, dan bahkan menjual televisi keluarga untuk memenuhi ketagihannya.

Ketika berusia 15 tahun, Liz mengetahui bahwa ibunya adalah pengidap HIV/AIDS. Dia meninggal tak lama kemudian, dan ketika ayahnya diusir setelah gagal membayar sewa, keluarga menjadi tunawisma.

Sementara ayahnya, yang juga meninggal karena AIDS pada tahun 2006, menemukan tempat di tempat penampungan, dan kakaknya pindah ke rumah temannya, Liz menemukan "rumah" lain: gerbong kereta kosong atau bangku taman.

Pada usia 17 tahun dia membuat keputusan untuk mengubah hidupnya. Dia menyelesaikan empat tahun SMA-nya dan memperoleh dukungan dari seorang guru yang melihat tekad dan potensial. "Seperti ibu saya, saya selalu berkata,"Aku akan memperbaiki hidupku suatu hari"," Katanya.

Belajar dari kisah hidup ibunya pula, ia menyimpulkan sangat merugi orang yang mati sebelum impiannya terwujud. Maka ia berjuang keras memenangkan beasiswa dari New York Times untuk belajar di Harvard.

Liz sekarang bekerja sebagai pembicara inspirasional, dan berbicara kepada remaja pentingnya menolak godaan obat, dan tidak membiarkan kesulitan menghambat hidup mereka. Dia telah memberikan pidato bersama Tony Blair, Mikhail Gorbachev, dan Dalai Lama, dan diberi penghargaan Chutzpah oleh Oprah Winfrey.

Hebatnya, Liz tidak menganggap pahit atau marah tentang masa lalunya. Dalam bukunya, ia menulis tetap menghormati orang tuanya, bagaimanapun kondisi mereka saat hidup. "Mereka penuh cinta dan mencintai saya dengan cara mereka sendiri," ujarnya.

sumber : Daily Mail
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement