Kamis 30 Sep 2010 00:19 WIB

Indonesia Diharapkan Jadi Promotor Penyusunan Konvensi PRT

Rep: Prima Restri / Red: Endro Yuwanto
PRT/ilustrasi
PRT/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lembaga swadaya masyarakat (LSM) terus berjuang dalam pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga (PRT). Di dalam negeri, LSM berupaya terus mendesak pembahasan rancangan undang-undang (RUU) PRT di DPR. Sementara di ranah intenasional, Indonesia berusaha menjadi salah satu promotor penyusunan konvensi dan rekomendasi untuk mengadopsi Konvensi ILO tentang PRT.

''Dalam penyusunan konvensi dan rekomendasi, Indonesia bisa menjadi promotor,'' tutur Koordinator Jaringan Nasional Advokasi (JALA) PRT, Lita Anggraini kepada Republika, Rabu (29/9). Dengan menjadi promotor bisa menjadi kekuatan untuk mendorong pemerintah Indonesia guna memperhatikan nasib PRT yang sampai saat ini masih mengalami kekerasan.

''Sebagai promotor bisa mendapat perhatian internasional. Sekaligus menjadi tekanan kepada pemerintah yang tidak memperhatikan kekerasan pada PRT. Ini bisa dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia,'' tegas Lita.

Tahun 2010-2011, kata Lita, adalah tahun krusial bagi para pekerja rumah tangga dan juga pergerakkan bagi buruh. Karena pada tahun 2011 nanti menjadi final pembahasan konvensi dan rekomendasi yang mengadaptasi Konvensi ILO tentang PRT.''Pasal demi pasal akan dibahas dan Indonesia juga memberikan usulan di dalamnya,'' jelasnya.

Penyusunan naskah konvensi dan rekomendasi sudah berlangsung sejak Juni 2009 lalu. Dan dibutuhkan setidaknya tiga tahun untuk melakukan penyusunan ini. Karena itu jika konvensi sudah tersusun maka Pemerintah Indonesia harus segera mengadopsinya.''Karena itu sangat mendesak untuk segera meratifikasi aturan tentang PRT. Karena itu sudah menjadi konvensi internasional dan harus dipatuhi,'' tutur Lita.

Pantauan JALA PRT, selama ini telah terjadi 484 kekerasan terhadap PRT dengan kondisi yang parah. Dan sepanjang tahun ini sudah terjadi 22 kasus kekerasan terhadap PRT. Sementara ini pembahasan RUU PRT masih mandeg di Komisi VIII DPR RI dan belum ada perkembangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement