REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Staf Khusus Presiden bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan, Republik Maluku Selatan (RMS) memang tidak diakui, tapi merupakan entitas yang tumbuh dan berkembang di Belanda. Indonesia mengembalikan ke pemerintah Belanda bagaimana mereka menyikapi RMS.
"Kita kembalikan ke pemerintah Belanda bagaimana mereka menyikapi kumpulan orang Belanda yang kemudian memanfaatkan kondisi politik di sana untuk melakukan tindakan yang tidak konsusif bagi hubungan dua negara," kata Faizasyah di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (6/10).
Pemerintah Indonesia tidak menaruh harapan apa pun kepada Belanda terkait RMS itu. "Kita tidak bisa memaksakan suatu negara untuk menyikapi kelompok di dalam negerinya ya, kita hanya bisa menarik pelajaran, ada entitas itu di negara tersebut dan entitas itu memang merugikan kedua negara," katanya.
Pemerintah Indonesia menilai perlu dicarikan pertimbangan yang lebih dan bijak untuk kepentingan kedua negara. Faizasyah tidak menanggapi klaim RMS bahwa penundaan kunjungan Presiden itu kemenangan RMS. "Sebenarnya itu kan ada beragam pernyataan RMS dan menjadi tidak jelas apa yang mereka lakukan dengan sikap ini," ujarnya.
Faizasyah tidak melihat dalam artian RMS itu suatu institusi karena RMS sendiri tidak diakui sebagai institusi di Belanda. "Namun, yang ingin kita pastikan bahwa ruang gerak bagi kelompok ini akan lebih diperhatikan," kata dia. Organisasi-organisasi yang mengganggu hubungan dua negara seharusnya tidak diberikan porsi yang yang besar.
"Kita memiliki contoh kerja sama dengan negara sahabat yang mana negara sahabat itu bisa memberikan jaminan bahwa wilayah nasionalnya tidak dijadikan tempat di mana bisa merongrong hubungan bilateral, termasuk aktivitas yang mengancam NKRI," katanya. Kunjungan akan dijadwalkan kembali setelah proses hukum bisa dilihat secara utuh.