REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN--Peringatan ancaman teror yang dikeluarkan Amerika Serikat untuk kawasan Eropa menimbulkan pertanyaan diantara para menteri negara-negara Eropa dan juga anggota parlemen Eropa. Menteri Dalam Negeri Belgia dan Ketua Dewan Eropa Annemarie Turtelboom meminta agar Amerika Serikat menjelaskan latar belakang peringatan itu. Mereka, para menteri dalam negeri Eropa, membahasnya dalam pertemuan khusus di di Luxemburg, Kamis (07/2).
Sebaliknya rekannya dari Jerman, Thomas de Maizière tidak melihat adanya kekurangan informasi, “Kami memiliki informasi rinci, memiliki hubungan erat di semua level. Baik di posisi puncak maupun di tingkat pelaksana, dan sikap Jerman itu sudah dikenal," katanya.
Tak ada dasar untuk panik, begitu ungkap menteri dalam negeri Jerman. De Maizere menambahkan, peringatan perjalanan yang dikeluarkan Amerika Serikat adalah tanggapan umum terhadap situasi keamanan dan tidak berhubungan dengan rencana aksi sebuah kelompok teroris tertentu.
Dalam pertemuan para menteri di Luxemburg wakil menteri pertahanan AS, Jane Holl Lute juga hadir. Koordinator Anti Teror Uni Eropa, Gilles de Kerchove d'Ousselghem memperingatkan Uni Eropa agar tidak teledor. Tuturnya, "Ancaman itu ada dan amat serius. Dalam dua, tiga tahun terakhir terjadi perubahan. Pada 11 September 2001 kita menghadapi Al Qaida, kelompok teroris yang terorganisasi dengan baik, yang mampu melancarkan serangan rumit. Kini kita tidak lagi menghadapi kelompok seperti itu.“
Kerchove d'Ousselghem menunjuk pada sulitnya mengidentifikasi seorang warga negara anggota Uni Eropa sebagai seorang Islamis. Sikapnya tidak mencolok, sehingga tak begitu menarik perhatian pihak berwenang.
Salah satu hal yang melatarbelakangi diskusi mengenai peringatan ini, adalah seruan untuk meningkatkan pertukaran data antara Uni Eropa dengan sebuah negara ketiga, seperti Amerika Serikat. Manfred Weber anggota parlemen Eropa asal Jerman pada dasarnya tidak menolak pertukaran informasi.
Namun Weber melihat adanya masalah, seandainya setiap negara Eropa bertindak sendiri-sendiri. "Yang menentukan itu, apabila yang dirundingkan adalah databank Eropa. Misalnya sistem informasi Schengen. Sistim ini mencakup seluruh data hasil lacakan di Eropa. Oleh sebab itu, suatu negara tak bisa bertindak sendiri dan mengizinkan Amerika Serikat untuk mengakses data tersebut," ujarnya.
Para menteri dalam negeri di Luxemburg juga memustuskan kesepakatan layanan bantuan hukum dengan Jepang. Kerjasama itu diharap meringankan upaya-upaya pengusutan. Keengganan sejumlah negara yang disebabkan oleh diberlakukannya hukuman mati di Jepang, bisa diatasi. Apabila seseorang terancam hukuman mati di Jepang, maka Uni Eropa berhak menolak kerjasama itu.
Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere mengatakan bahwa sampai 2012 Uni Eropa akan terus merancang standar-standar bersama, baik itu dalam menghadapi Pakistan, dalam isu pemulangan pendatang ilegal serta upaya menghambat pencari suaka untuk masuk Uni Eropa melalui negara yang memiliki persyaratan imigrasi yang longgar.