Jumat 15 Oct 2010 01:42 WIB

PM Jepang Harap Cina Bebaskan Pemberontaknya yang Raih Nobel

Perdana Menteri Jepang Naoto Kan
Perdana Menteri Jepang Naoto Kan

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO--Perdana Menteri Jepang Naoto Kan pada Kamis (14/10) meminta kepada Cina sebaiknya membebaskan pemenang Nobel yang berada di penjara Liu Xiaobo, dalam komentar yang kembali mengancam munculnya perselisihan kedua negara setelah perselisihan tentang wilayah.

Kan berbicara saat dua raksasa ekonomi Asia sekaligus rival itu merencanakan pertemuan untuk memperbaiki hubungan yang meruncing, setelah Jepang menahan nahkoda kapal nelayan di perairan yang masih disengketakan lima minggu lalu.

Terlepas dari usaha diplomatik untuk mencairkan ketegangan dengan Beijing, PM Jepang dengan jelas menyerukan mengenai Liu, aktivis veteran prodemokrasi yang dikenai hukuman penjara 11 tahun dengan tuduhan subversi di negara komunis itu. Permintaan Kan agar Liu dibebaskan disampaikan di parlemen dan kembali disuarakan di Washington dan Brussel dengan mengatakan, "Dari sudut pandang yang mengatakan kalau Hak Asasi Manusia (HAM) universal harus dilindungi dengan melintasi batas nasional, hal itu diperlukan."

"Bersama dengan komunitas internasional, saya menanti apakah ia (Liu) dapat menghadiri upacara pemberian hadiah Nobel Perdamaian atau apakah istrinya dan anggota keluarganya akan menghadiri acara itu," kata Kan, yang juga mantan aktivis sipil. "Saya pikir penting agar HAM dan kebebasan fundamental yang adalah nilai-nilai universal juga terjamin di Cina."

Cina --yang mengejutkan Jepang dengan diplomasi keras yang dilakukan saat perselisihan mereka-- bereaksi negatif atas pilihan panitia Nobel, menyeleksi berita mengenai hadiah tersebut dan membatasi pergerakan istri Liu. Kan dengan cepat menambahkan bahwa "hubungan Jepang-China akan kembali ke dasar dengan hubungan kerja sama strategis yang saling menguntungkan."

Sekretaris Kabinet Yoshito Sengoku mengatakan Jepang tidak akan secara resmi meminta pembebasan Liu. Negosiator Jepang telah berbicara dengan Cina minggu ini untuk mengatur suatu pertemuan antara Kan dan PM Cina Wen Jiabou pada akhir bulan ini di Vietnam di sela-sela pertemuan regional para pemimpin Asia Tenggara.

Koran Jepang Yomiuri Shimbun dan Nikkei melaporkan pada Kamis kalau diplomat senior pada Rabu telah setuju untuk mengatur suatu pertemuan. Dua pemimpin itu akan bertemu secara singkat dan dalam suasana informal di Brussel dalam Asia-Europe Meeting pada 4 Oktober yang menjadi pembicaraan pertama sejak kecelakan di Laut China Timur yang memunculkan perselisihan paling tajam selama ini.

Cina memutuskan semua hubungan tingkat tinggi dengan Tokyo setelah Jepang pada 8 September menahan kapten kapal penangkap ikan Cina yang kapalnya bertabrakan dengan dua kapal penjaga pantai di daerah kepulauan yang diklaim oleh kedua negara. Dalam beberapa serangan diplomatik, Cina melancarkan rangkaian protes, mengecam gerakan itu dalam media pemerintah, berulang kali memanggil duta besar Jepang dan membatalkan beberapa kunjungan kebudayaan.

Di tengah perselisihan, Cina juga menahan empat warga Jepang --meski mereka kemudian dibebaskan, setelah Jepang melepaskan nahkoda Cina --dan juga menghentikan ekspor mineral logam tanah jarang (LTJ) yang penting bagi industri teknologi tinggi di Jepang. Perseteruan maritim itu telah merusak usaha telaten untuk meningkatkan hubungan kedua negara yang masih rentan karena ketidakpercayaan yang timbul dan invasi dan penjajahan yang dilakukan oleh Jepang pada dekade 1930-1940-an.

Menteri Pertahanan Jepang Toshimi Kitazawa dan rekan imbangannya dari Cina Liang Guanglie bertemu di Hanoi pada Senin untuk pertama kali sejak perselisihan muncul dan setuju untuk membuat sistem hubungan untuk mencegah konfrontasi maritim di masa depan. Namun Menteri Luar Negeri Jepang Seiji Maehara dikenal sebagai 'China hawk' pada Kamis mengatakan 'berhati-hati' mengenai hubungan China-Jepang.

"Beragam isu hadir di antara Jepang dan Cina seperti isu logam tanah jarang (LTJ) dan Laut Cina Timur," kata Maehara, merujuk pada pembekuan ekspor dan perebutan hak untuk ladang gas di perairan yang diklaim oleh kedua negara. "Tanpa menyelesaikan isu tersebut dan untuk mempertahankan posisi Jepang...Saya tidak berpikir hubungan Jepang-Cina akan dapat ditingkatkan dengan cepat," katanya.

sumber : ant/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement