REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH--Raja Arab Saudi Abdullah, Sabtu (30/10) mengundang para pemimpin politik Irak untuk bertemu di Riyadh dalam usaha menyelesaikan jalan buntu pembentukan pemerintah baru, yang menimbulkan reaksi negatif di Baghdad.
Raja itu menyerukan para pemimpin Irak bertemu di Riyadh setelah Idul Adha "dibawah naungan Liga Arab dalam usaha mencari satu solusi masalah pembentukan pemerintah baru, yang terlalu lama tertunda."
Undangan itu tidak menetapkan tanggal khusus, hanya mengatakan perundingan itu sebaiknya diselenggarakan setelah Idul Adha, yang jatuh pada 16 November, dan setelah ibadah haji di Mekah 14-18 November.
"Semua orang tahu anda berada di persimpangan jalan, dan anda harus melakukan segala mungkin usaha untuk menyatukan diri anda sendiri... mengatasi pertikaian-pertikaian anda dan menghentikan sektariasme yang buruk," kata raja itu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan kantor berita resmi SPA.
"Kami... menjamin anda tentang kesediaan penuh kami untuk membantu dan mendukung anda dalam penyelesaian apapun yang ada sepakati untuk memulihkan keamanan dan perdamaian di tanah Mesopotamia," katanya.
Di Baghdad, seorang anggota parlemen yang dekat dengan Perdana Menteri Nuri al Maliki, yang sedang berusaha mempertahankan jabatannya, mencemoohkan undangan itu. "Prakarsa Arab Saudi itu tidak positif, dan negara itu tidak punya peran karena bukan sebuah negara netral dalam beberapa tahun belakangan ini; negara itu selelu memiliki sikap negatif terhadap (Maliki) dan blok Negara Hukumnya," kata Samial Askari.
"Seharusnya undangan ini datang dari negara-negara lain, seperti Jordania, Suriah atau bahkan Turki, itu akan akan memiliki peluang lebih baik untuk diterima." Seorang anggota parlemen dari blok Iraqiya yang dipimpin mantan Perdana Menteri Iyad Allawi, yang berusaha untuk menjadi perdana menteri kembali juga kurang menyetujui.
"Arab Saudi seharusnya memain peran mendukung Irak sejak dulu," kata Alia Nussayef. "Prakarsa itu datang terlambat, sekarang perundigan-perundingan sedang dilakukan di Baghdad." Mahmoud Othman, seorang anggota parlemen Kurdi yang independen, mengatakan Irak harus menyelesaikan sendiri masalah-masalah mereka.
"Kami menghormati rencana raja Arab Saudi itu, tetapi perundingan-perundingan kini sedang dilakukan antara kelompok-kelompok politik atas prakarsa Presiden (wilayah Kurdi) Massud Barzani," katanya.
"Kami mengharapkan krisis itu akan diselesaikan sebelum Idul Adha, dan jika kami tidak mencapai satu penyelesaian antara sekarang dan nanti , kami akan mempertimbangkan" usulan Arab Saudi itu.
Irak tidak memiliki pemerintah sejak pemilu 7 Maret di mana blok Iraqiya yang dikuasai Sunni meraih 91 kursi , disusul dengan kelompok Negara Hukum yang dipimpin Maliki dengan 89 kursi. Kendatipun telah dilakukan perundingan, tidak satu pihakpun dapat menguasai 163 kursi yang diperlukan bagi satu mayoritas dalam parlemen Irak yang memiliki 325 kursi.
Arab Saudi yang didominasi Sunni mendukung Allawi menghadapi Maliki yang Syiah , yang lama mereka anggap sebagai terlalu dekat dengan Iran musuhnya, yang mayoritas Syiah. Raja Abdullah telah dua kali berbicara melalui telepon dengan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad setelah lama kedua pemimpin itu tidak berkomunikasi secara langsung.
Isi dari percakapan itu tidak diungkapkan, tetapi para pengamat menduga bahwa Irak adalah salah satu dari topik yang mereka bicarakan.