REPUBLIKA.CO.ID,RANGOON--Seperti yang sudah diduga sebelumnya juta militer Myanmar tetap menguasai roda pemerintahan negara tersebut setelah meraih kemenangan dalam pemilu pertama kali dalam 20 tahun terakhir, Ahad (7/11). Pemilu yang ditengarai banyak diwarnai kecurangan itu mendapat kecaman dari sejumlah negara terutama AS dan London.
Pemilu itu sendiri diwarnai dengan banyaknya aturan yang wajib dipatuhi sejumlah partai peserta pemilu. Hal itu diduga sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan junta militer yang telah berkuasa sejak 50 tahun silam. Meski stasiun televisi pemerintah menyebutkan pemilu berjalan 'bebas dan bahagia' namun, sejumlah saksi mata menyebutkan pemilu itu berlangsung tidak wajar.
Sebagai ilustrasi terjadi ketegangan multi etnis di Myanmar yang telah berlangsung selama puluhan tahun dimana kelompok minoritas Karen dan pasukan pemerintah di kota Myawaddy di dekat perbatasan Thailand. Sejumlah roket dan mortir telah jatuh di wilayah Thailand dan insiden itu telah melukai sedikitnya 10 orang.
Sejumlah kelompok etnis khawatir insiden itu akan membuat pemerintah memberlakukan aturan yang lebih ketat dan menghancurkan upaya otonomi wilayah. Hal ini akan memicu meluasnya aksi kekerasan di negara yang berpenduduk sekitar 50 juta jiwa itu.
Sejumlah media pemerintah telah menyampaikan hasil pemilu yang menunjukkan kemenangan kelompok militer dan para pendukungnya. Namun, informasi siapa yang akan memegang kendali pemerintahan di negara bekas jajahan Inggris itu masih butuh waktu beberapa hari. Apalagi negara itu dikenal cukup tertutup dan sulit memperoleh akses informasi.
''Tidak perlu diragukan lagi pemerintahan yang baru adalah sosok militer yang berpakaian sipil. Tapi parlemen akan memberikan sejumlah harapan untuk perubahan ke dalam sebuah sistem dimana memungkinkan dilakukannya sebuah debat,'' kata Christopher Roberts, pakar wilayah Asia di Universitas Canberra.
Hasil pemilu ini juga bukan jaminan akan mengakhiri sanksi ekonomi yang diberlakukan pihak barat. Namun, pemilu itu akan sedikit mengurangi tekanan terhadap Myanmar yang kini telah terpilih menjadi lahan investasi bagi Cina di sektor gas alam dan bidang lain. Negeri tirai bambu itu dalam lima tahun terakhir telah membenamkan dana sekitar 8 miliar dolar AS di Myanmar yang dipandang sebagai mitra strategis dalam memenuhi kebutuhan energi Cina yang begitu besar.
Selain menyoroti hasil pemilu, barat telah berulangkali mendesak jutan militer untuk segera membeaskan tokoh pro demokrasi Aung San Suu Kyi dari tahanan rumah. Peraih hadiah Nobel perdamaian 1991 ini telah menghabiskan masa tahanan selama 15 tahun dari 21 tahun yang harus dijalaninya.