Selasa 09 Nov 2010 23:13 WIB

Soal Pemukiman Baru Israel, AS Mengaku 'Kecewa Berat'

Pemukiman Israel
Pemukiman Israel

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Philip Crowley, Senin (8/11), mengatakan Amerika Serikat "sangat kecewa" dengan pengumuman Israel mengenai rencana baru untuk membangun sebanyak 1.300 rumah di Jerusalem Timur.

"Kami sangat kecewa oleh pengumuman mengenai rencana pembangunan rumah baru di daerah sensitif Jerusalem Timur. Itu kontraproduktif dengan upaya kami untuk melanjutkan perundingan langsung antara semua pihak," kata Crowley kepada wartawan dalam taklimat rutin di Departemen Luar Negeri AS.

"Kami telah lama mendesak kedua pihak agar menghindari tindakan yang dapat merusak kepercayaan, termasuk di Jerusalem, dan kami akan terus berusaha untuk melanjutkan perundingan langsung guna menangani ini dan masalah lain status akhir," kata Crowley.

Pemerintah Israel, Senin, telah menyetujui tender pembangunan baru untuk 1.000 lebih apartemen yang direncanakan dibangun di Jerusalem, di luar garis gencatan senjata Perang 1967. Pengumuman tersebut dikeluarkan saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dijadwalkan bertemu di New York, Kamis (11/11) besok, guna membahas kelanjutan pembicaraan langsung Timur Tengah.

Pembicaraan langsung antara Israel dan Palestina dimulai lagi pada 2 September di Washington, di bawah penengahan ketat Amerika Serikat. Pembicaraan itu saat ini berada dalam kondisi limbung, sementara Israel telah gagal memperpanjang moratoriumnya mengenai kegiatan permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan.

Rencana baru mengenai pembangunan permukiman hanya dapat menambah rumit upaya masa depan untuk mempertahankan proses perdamaian, yang rapuh. Pada Sabtu (6/11), Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengatakan pihaknya menolak perundingan peralihan dengan Israel.

"Kami menolak sepenuhnya solusi transisi sementara atau jangka panjang yang diajukan Israel," kata Ahmed Majdalani, anggota Komite Eksekutif PLO.

 

sumber : ant/xinhua-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement