REPUBLIKA.CO.ID, MAE SOT--Sekitar 20 ribu orang meninggalkan Myanmar masuk ke Thailand untuk menghindari pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak etnik setelah pemilu pertama dalam 20 tahun di negara itu, kata para pejabat Thailand, Selasa.
Paling tidak tiga warga sipil tewas ketika serangan hebat menghantam kota Myawaddy di negara bagian Karen, kata seorang pejabat di Myanmar. Tidak ada informasi mengenai korban di kalangan tentara.
Pertempuran itu meletus setelah pemilu, Ahad yang dikecam keras oleh pihak Barat karena adanya keluhan meluas dan intimidasi dan penahanan yang tetap dilakukan terhadap pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi.
Lebih dari 15.000 orang memasuki kota Mae Sot, Thailand , melarikan diri dari pertempuran persis di perbatasan Myawaddy, kata Samard Loyfar, gubernur provinsi Thailand. "Tetapi kemungkinan akan memulangkan mereka hari ini," katanya, dan menambahkan bahwa ia mendengar laporan-laporan yang menyatakan kelompok-kelompok pemberontak telah mundur dari Myawaddi.
Aksi kekerasan lainnya terjadi lebih jauh ke selatan yang menyebabkan sekitar 5.000 orang berusaha mengungsi ke perbatasan itu, Senin, kata kepala distrik Jamras Srangnoi di Kanchanaburi, Thailand, tetapi banyak yang telah pulang ke rumah-rumah mereka.
Zipporah Sein, sekjen Uni Nasional Karen (KNU) yang berpangkalan di Thailand, mengatakan pertempuran berkobar antara pasukan pemerintah dan Tentara Buddha Karen Demokratik (DKBA) di dua daerah. Penduduk di Myawaddi mengatakan pertempuran mereda Senin malam dengan pasukan pemerintah menghalau tentara pemberontak kembali ke hutan.
Seorang saksi mata yang mengunjungi rumah sakit kota itu melaporkan sekitar 10 orang tewas.
"Kami mendengar pemberontak hanya ingin menunjukkan kekecewaan mereka pada pemilu itu," kata seorang penduduk.
Perang saudara yang meningkat telah merusak daerah-daerah negara itu, termasuk negara bagian Karen, sejak merdeka tahun 1948 dan para pengamat mengatakan tekad junta untuk menumpas pemberontak minoritas etnik tampaknya meningkat.
Pertempuran di Myawaddy setelah satu unjuk rasa bersenjata oleh pemberontak di kota itu menyangkut pemilu Ahad itu serta usaha-usaha untuk memaksa pasukan etnik mioritas bergabung dengan satu "pasukan penjaga perbatasan"-- yang akan menempatkan mereka di bawah pengawasan negara itu.
Pekan lalu Suara Demokratik Burma (DVB), satu organisasi media di pengasingan, melaporkan enam kelompok bersenjata di daerah-daerah etnik minoritas Myanmar yang kacau setuju untuk saling membantu jika diserang oleh pasukan pemerintah.
Banyak kelompok sebelumnya menandatangani perjanjian-perjanjian gencatan senjata dengan junta, tetapi ketegangan meningkat, dengan penentangan keras terhadap rencana pasukan perbatasan yang diajukan pemerintah.