REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW--Presiden Rusia Dmitry Medvedev telah menyuarakan kekhawatirannya pada program senjata nuklir Korea Utara dalam wawancara yang dipublikasikan Selasa (9/11), pada malam kunjungannya ke Korea Selatan. Medvedev mengatakan pada media Korea Selatan bahwa program Pyongyang itu "telah menimbulkan tantangan sistemik pada rezim non-proliferasi nuklir internasional" dan mengatakan ia mengkhawatirkan kegiatan nuklir di dekat perbatasan Rusia itu.
"Secara alamiah itu memperingatkan kami bahwa ambisi nuklir Korea Utara telah menciptakan ketegangan militer dan politik di Asia timurlaut, langsung dekat perbatasan timur Rusia," kata Medvedev dalam wawancara yang disiarkan di situs Internet Kremlin. "Untuk tidak menyebutkan bahwa tempat uji coba nuklir Korea Utara itu terletak hanya sedikit lebih dari 100Km dari wilayan kami."
Aktivitas nuklir Korea Utara mungkin akan muncul dalam pembicaraan Medvedev dengan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak dan dengan para pemimpin dunia yang menghadiri pertemuan puncak di Korea Selatan pekan ini, termasuk Presiden Barack Obama dan Presiden China Hu Jintao. Seperti pada masa lalu, Medvedev menekankan bahwa konflik itu harus dipecahkan melalui diplomasi damai.
Salah satu pendukung Korea Utara pada era-Soviet, Moskow adalah satu dari lima kekuatan regional -- bersama dengan AS, China, Jepang, Korea Selatan -- yang telah mendesak Pyongyang untuk mengekang aktivitas nuklirnya. Tapi pembicaraan enam pihak untuk membuat semenanjung Korea yang bebas nuklir telah membeku sejak Desember 2008 karena perselisihan mengenai bagaimana untuk membuktikan langkah-langkah Korea Utara untuk mencacatkan program nuklirnya, dan Pyongyang menyatakan proses itu telah mati awal tahun ini.
Rusia telah menyuarakan kegelisahan atas uji coba ledakan nuklir dan rudal jarak jauh Pyongyang sejak 2006. Rusia juga telah cenderung makin keras pada Iran, mitra dagang dan langganan senjatanya dalam waktu lama, tapi Medvedev memberi kesan Korea Utara lebih besar ancamannya.
"Meskipun fakta bahwa Iran sering meminta perhatian khusus, saya akan mengemukakan bahwa Teheran, tidak seperti Pyongyang, tidak pernah menyatakan dirinya sebagai kekuatan nuklir, tidak menguji coba senjata nuklir ... dan tidak mengancam untuk menggunanan senjata itu," katanya.
Ucapan pemimpin Kremlin itu mendahului penerbitan tak lama lagi laporan PBB yang memberi kesan bahwa Korea Utara mungkin telah memasok Suriah, Iran dan Myanmar dengan teknologi nuklir yang dilarang. Penerbitan laporan itu ditangguhkan selama berbulan-bulan oleh China dalam upaya untuk melindungi negara yang memiliki hubungan dengan dengan Beijing itu.