REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, saling berkomitmen untuk melanjutkan perundingan perdamaian Timur Tengah setelah pertemuan pada Kamis (11/11). Perundingan itu "membicarakan tentang penciptaan keadaan bagi kelanjutan perundingan langsung yang bertujuan untuk menghasilkan solusi bagi kedua negara", ujar mereka dalam pernyataan gabungannya.
"Tim mereka akan bekerja erat secara bersama pada waktu yang akan datang menjelang akhir persengketaan," ujar pernyataan itu disampaikan setelah perundingan yang lebih dari tujuh jam di New York.
Pernyataan itu mengatakan keduanya setuju mengenai "pentingnya kelanjutan perundingan langsung", namun mereka tidak memberikan keterangan upaya untuk keluar dari kebuntuan mengenai pendirian bangunan oleh Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem timur.
Perundingan perdamaian langsung terhenti pada September setelah kesepakatan sepuluh bulan morotarium Israel dalam pendirian bangunan di Tepi Barat berakhir. Warga Palestina menolak berunding kepada Israel hingga larangan permukiman dijalankan kembali.
Saat menjelang perundingan, Presiden Barack Obama dan Hillary memicu pengecaman dunia kepada rencana terbaru Israel untuk membangun 1.300 tempat tinggal di kawasan jajahan Jerusalem timur dimana warga Palestina merencanakan untuk mendirikan ibu kota negara mereka di wilayah itu.
Pengumuman pekan ini menyarankan Presiden Palestina, Mahmud Abbas, untuk menyeru kepada Dewan Keamanan PBB dalam mendesak penentangan pendirian bangunan Israel yang memperumit AS.