REPUBLIKA.CO.ID, INCHEON–-Angkatan bersenjata Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel), Selasa (23/11) sore, saling tembak di sebuah pulau dekat daerah perbatasan kedua negara tersebut. Baku tembak itu menyebabkan dua orang anggota marinir Korsel tewas dan belasan warga sipil terluka.
Baku tembak itu dimulai ketika Pemerintah Korut memperingati Korsel supaya menghentikan latihan militer di daerah perbatasan itu. Namun, peringatan pemerintah Korut itu ditolak oleh pemerintah Korsel.
Penolakan itu diiringi tindakan militer Korsel yang memuntahkan peluru dari persenjataan artileri mereka ke arah militer Korut. Namun, militer Korut membalas dengan membombardir sebuah pulau kecil bernama Yeongpyeong yang merupakan tempat instalasi militer Korsel dan merupakan tempat pemukiman penduduk dengan jumlah kecil.
"Saya pikir saya akan mati," kata Lee Chun-ok, (54 tahun), seorang warga kepulauan yang mengatakan ia sedang menonton TV di rumahnya ketika penembakan dimulai.
“Tiba-tiba, dinding serta pintu rumah saya roboh dan membuat saya benar-benar takut,” lanjut Lee Chun-Ok.
Menurut keterangan angkatan bersenjata Korsel, bentrokan senjata tersebut menyababkan dua orang anggota marinir Korsel tewas dan 15 warga sipil lainnya luka-luka. Warga yang tinggal di pulau itu juga dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Sedangkan korban dari pihak Korut hingga berita ini diturunkan belum diketahui.
Bentokan senjata tersebut membuat militer Korsel menetapkan status siaga tinggi. Karena, bentrokan itu merupakan yang paling mencekam sejak Perang Korea berakhir pada tahun 1950 lalu.
Seperti diketahui, Perang Korea berakhir pada tahun 1950 yang ditandai dengan gencatan senjata, Tetapi, Korut tidak mengakui batas maritim barat yang ditarik secara sepihak oleh PBB pada akhir konflik, dan Korut telah berjuang pada tiga pertempuran berdarah di sana dalam beberapa puluh tahun terakhir.