REPUBLIKA.CO.ID,Korsel sikapi serangan artileri Korut dengan peningkatan pengamanan perbatasannya ke negara tetangganya itu, serta pelatihan militer dengan AS. Tetapi Korut juga memberikan tanggapan yang tak kalah beraninya.
Saat kepulauan Yeonpyeong masih membenahi kerusakan yang diakibatkan serangan artileri dari Korea Utara, negeri ini dan tetangganya Korea Selatan kembali adu otot. Presiden Korsel Lee Myung-bak mengeluarkan perintah hari Kamis (25/11) untuk meninjau kembali kebijakan-kebijakan pertahanan negerinya.
Ke depan, serangan terhadap militer Korsel harus dibedakan dari serangan yang juga menargetkan warga warga sipil seperti serangan artileri yang terjadi baru-baru ini. Serangan sipil semacam itu akan ditanggapi dengan jauh lebih keras dari sebelumnya. Angkatan bersenjata Korsel kini dituding tidak cukup cepat bertindak, meskipun sedianya serangan artileri musuh harus segera dibalas.
Akibat kritik keras yang semakin santer, Menteri Pertahanan Korsel menyatakan bertanggung jawab atas kasus itu dan mengundurkan diri, Kamis sore (25/11). Sebelumnya tudingan keras terhadap menhan terdengar di parlemen, juga dari kubu sendiri. Seorang anggota parlemen Korsel mengutarakan: „Kami mendesak pemerintah untuk menyusun rencana pertahanan yang lebih baik dan untuk memberikan reaksi yang tegas terhadap setiap provokasi dari utara."
Kementrian Pertahanan harus secepatnya meningkatkan dana bagi perlindungan kawasan perbatasan maritim yang kontroversial di sebelah barat Semenanjung Korea. Selain itu, pasukan di Yeonpyeong dan kepulauan lainnya di dekat pesisir pantai Korea Utara harus dilengkapi dengan senjata yang mutakhir. Demikian perintah yang dikeluarkan presiden Korsel. Presiden Lee Myung-bak juga tidak terlepas dari kritikan yang dilontarkan karena kurangnya ketegasan.
Di Seoul, seorang warga yang ikut aksi unjuk rasa memprotes serangan Korut mengatakan: „Kita seharusnya tidak takut dengan musuh. Rakyat kita harus menyatukan kekuatannya agar dapat membalas dengan sekuat tenaga. Kami dari kelompok konservatif dan warga senior yang sempat mengalami Perang Korea datang ke sini untuk menunjukkan solidaritas."
Tetapi ada juga kelompok kiri yang mengkritik sikap keras Presiden Lee pada dua tahun terakhir yang dituduh ikut bertanggung jawab atas ketegangan antara kedua negara. Banyak pihak berpendapat, yang disebut sebagai Kebijakan Matahari Bersinar, yaitu kebijakan pendekatan yang digagas oleh seorang mantan presiden Korsel, mungkin mampu merujukkan kedua negara yang berseteru itu. Banyak warga Korsel merasa terkejut terutama karena untuk pertama kalinya sejak Perang Korea berakhir, sebuah kawasan hunian diserang.
Hari Minggu hingga Rabu mendatang (28/11-1)12) Amerika Serikat dan Korsel menggelar pelatihan militer bersama di Laut Kuning. Manover ini sudah sejak lama direncanakan, tapi juga menegaskan eratnya hubungan kedua negara itu. Seperti biasa, Korea Utara menyikapi pelatihan bersama ini dengan wacana tempur.
Seorang penyiar televisi Korut: „Militer kami tanpa ragu akan melancarkan serangan kedua dan ketiga, bila AS dan Korsel melanjutkan provokasinya."
Sebuah harian Korsel sekali lagi mengangkat isu bahwa mungkin saja serangan hari Selasa lalu (23/11) langsung diperintahkan oleh penguasa Korut Kim Jong Il dan putranya. Bukan terutama bertujuan untuk mencapai target politik luar negeri, melainkan untuk meneguhkan posisi kekuasaan putra bungsunya yang diperkirakan akan menggantikan kedudukan Kim Jong Il.