Senin 29 Nov 2010 18:46 WIB

Wikileaks: Raja Saudi Desak AS Serang Iran

Raja Abdullah-Barack Obama
Foto: AP
Raja Abdullah-Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Raja Arab Saudi, Raja Abdullah, telah berulang kali mendesak Amerika Serikat untuk menyerang program nuklir Iran. Informasi ini disampaikan Wikileaks merdasar data diplomatik AS yang bocok ke publik.  Selain Iran, Abdullah juga menyarankan perlakuan yang sam ke Cina atas serangan maya (cyberattack) negeri itu  yang diarahkan pada Amerika Serikat.

Lebih dari 250 ribu dokumen, yang diberikan kepada lima kelompok media. The New York Times (NYT) menyatakan apa yang dikemukakan WikiLeaks memberikan titik terang mengenai pandangan  para pemimpin asing. Juga, informasi yang sensitif terhadap terorisme dan proliferasi nuklir yang diajukan oleh diplomat Amerika Serikat.

Dalam harian Guardian Inggris -- yang juga menerima kiriman dokumen dari Wikileaks --  Raja Abdullah dilaporkan telah "sering mendesak AS untuk menyerang Iran demi mengakhiri program senjata nuklirnya."

"Potong kepala ular itu," Duta Besar Saudi untuk Washington, Adel al-Jubeir, mengutip ucapan Raja. Hal itu, katanya, diungkapkan dalam pertemuan Abdullah dengan Jenderal David Petraeus pada bulan April 2008.

NYT menyatakan dokumen yang bocor, sebagian besar merupakan data tiga tahun terakhir, juga mengungkapkan tuduhan Amerika bahwa Politbiro Cina  mengarahkan sebuah penyusupan ke sistem komputer Google. Hal ini merupakan bagian dari kampanye terkoordinasi lebih luas untuk sabotase komputer yang dilakukan oleh koperasi pemerintah Cina, pakar keamanan swasta, dan penjahat internet.

Surat kabar itu juga mengatakan tersebut dalam dokumen itu bahwa donor Saudi juga menjadi pemasok dana kelompok Sunni militan seperti Al Qaeda. Dalam dokumen itu juga disebut Qatar yang telah "bermurah hati" kepada militer AS selama bertahun-tahun, adalahnegara terburuk di kawasan itu dalam hal kontra-terorisme.

Sejumlah nama disebut dalam dokumen itu, mulai dari anggota Senat urusan luar negeri, pimpinan militer, aktivis HAM, hingga wartawan, dengan peringatan "Please Protect" atau "Strictly Protect".

Gedung Putih mengutuk pelepasan dokumen itu dengan  mengatakan hal itu bisa membahayakan kehidupan orang-orang yang hidup di bawah "rezim yang menindas". Selain itu, juga "sangat berdampak" bagi kepentingan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

"Supaya jelas - pengungkapan tersebut beresiko bagi para diplomat kami, profesional intelijen, dan orang di seluruh dunia yang mempromosikan demokrasi dan pemerintahan yang terbuka," kata juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs.

"Dengan merilis dokumen dicuri dan diklasifikasikan, WikiLeaks telah menempatkan  risiko tidak hanya bagi hak asasi manusia, tetapi juga kehidupan dan pekerjaan orang-orang ini," katanya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement