REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Masih Ingatkah anda dengan kisah Alex Litvinenko, jurnalis dan penulis buku sekaligus mantan anggota badan intelijen Rusia, KGB dan FSB yang akhirnya meninggal akibat keracunan polonium-210 justru setelah meninggalkan Rusia dan tinggal di London? Menurut seorang diplomat senior AS, berdasar informasi dari kawat kedutaan yang bocor, Vladimir Putin, diduga kuat mengetahui adanya plot pembunuhan terhadap Litvinenko, pelarian Rusia tersebut.
Asisten Kementrian Luar Negeri AS, Daniel Fried meragukan bahwa 'elemen keamanan lewat penyamaran tingkat tinggi' dapat beroperasi di Inggris tanpa sepengetahuan Putin. Fried mengacu pada kecenderungan PM Rusia itu terhadap perhatiannya tentang detail, sekaligus pandangan Putin bahwa Rusia 'kian percaya diri' dan beralih ke titik arogan.
Putin sempat berkomentar dalam pertemuan yang digelar dua pekan setelah Litvinenko, mantan agen KGB itu meninggal akibat keracunan bahan radioaktif.
Kawat kedutaan besar AS lain juga menunjukkan bahwa AS meyakini, "sangat diduga kuat" bahwa Rusia akan menyerahkan tersangka utama pembunuh Litvinenko, Andrey Lugovoy. Pasalnya si tersangka dinilai menikmati 'perlindungan pribadi dari Putin'.
Fried dilaporkan bertemu penasihat diplomatik senior mantan presiden Prancis, Jacques Chirac, Maurice Gourdault-Montagne, pada Desember 2006. Maurice--kini Duta Besar Prancis untuk Inggris--enggan memercayai bahwa Kremlin telah mengetahui rencana pembunuhan Litvinenko dengan polonium-210, dan cenderung meyakini bahwa kasus itu adalah murni siasat badan keamanan Rusia.
Sebuah kawat dari konsulat AS di Hamburg mengungkap kecurigaan AS atas upaya menutupi kasus pembunuhan terhadap Litvinenko. Seorang pengusaha, Dmitry Kovtun, yang juga mantan agen KGB, bersama dengan Lugovoy ketika ia bertemua Litvinenko di London, meninggalkan jejak kontaminasi radioaktif di Jerman ketika ia mampir dalam perjalanannya.
Polisi Jerman menyatakan keinginan mengetes pesawat Aeoroflot untuk melacak keberadaan polonium, pesawat di mana, Dmitry terbang dari Rusia menuju Jerman . Saat itu polisi menunggu penerbangan Aeroflot selanjutnya masuk ke Jerman, namun di menit terakhir, Aeroflot menukar pesawat, demikian menurut penuturan pesan kawat. Dmitry mengatakan ia pasti membawa jejak polonium itu dari London setelah bertemu Litvinenko.
Negara Mafia
Lebih jauh, pesan kawat diplomatik AS lain menggambarkan Rusia sebagai 'mafia negara virtual' di mana pejabat negara bekerja sama dengan pemegang oligarki dan bos kriminal terorganisir.
Tuduhan paling mengejutkan dibuat seorang jaksa Spanyol, Jose Gonzales, yang mengepalai penuntutan terhadap sejumlah bos mafia dan gangster di Rusia yang beroperasi di Spanyol. Pada Januari, ia memberi penjelasan ringkas kepada diplomat AS di mana ia berkata, "Di Rusia, seseorang tak bisa membedakan antara aktivitas pemerintah dengan kelompok kriminal terorganisir."
Duta besar AS untuk Moskow, John Beyrle, mendeskripsikan bagaimana jalan penyuapan di ibu kota negara menjadi endemik di mana pun, mulai dari Kremlin ke bawah. "Sistem di Moskow dilandaskan pada pejabat pencari uang. Birokrat pemerintah, FSB, MVD, polisi dan jaksa, semua menerima suap, rakyat membayar suap di setiap tingkatan hingga ke ata dan gubernur mengumpulkan uang dari suap, hampir mirip dengan sistem pajak yang berlaku di seluruh wilayah," ujarnya. "Sepertinya setiap orang di setiap tingkatan terlibat dalam berbagai bentuk korupsi dan perilaku kriminal," imbuhnya.
Tuduhan-tuduhan itu datang beberapa jam sebelum Putin berpidato di depan komite eksekutif FIFA di Zurich, Swiss, dalam dukungannya terhadap upaya Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Putin malam lalu, tiba-tiba membatalkan kunjungannya, dan mengeluhkan insiden yang menodai Rusia sebagai anggota FIFA.
Dalam wawancara yang diliputi kemarahan, dengan CNN di Larry King Live, yang direkam sebelum kawat bocor itu terungkap, Putin sempat mencela pesan kawat tersebut dan mengingatkan AS untuk tidak membuntuti dan ikut campur urusan Rusia.