REPUBLIKA.CO.ID, Secara terang-terangan, para pejabat pemerintah AS mengakui gagalnya upaya diplomatik prioritas tinggi, yakni upaya untuk membekukan pembangunan permukiman Yahudi yang dinilainya telah berakhir. Karena itu, AS akan menempuh jalan lain menuju perjanjian perdamaian.
Pada September kemarin, para diplomat AS berhasil memediasi dibukanya kembali perundingan langsung Israel Palestina untuk pertamakalinya sejak 2008. Namun perundingan macet dalam beberapa pekan dengan berakhirnya moratorium 10 bulan pembangunan permukiman di Tepi Barat. Sedangkan, pihak Palestina telah menolak berunding tanpa adanya perpanjangan moratorium itu.
Pemerintahan Obama menawarkan insentif diplomatik dan pesawat tempur baru kepada Israel untuk memperpanjang tiga bulan moratorium tersebut. Namun, perundingan dengan Israel mengenai ketentuan-ketentuan pembekuan pembangunan permukiman itu macet karena penolakan unsur-unsur garis keras dalam pemerintahan koalisi Israel terhadap pembatasan pembangunan permukiman.
Pada Selasa (7/12) malam kemarin, seorang pejabat Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan, setelah berkonsultasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan, AS memutuskan bahwa perpanjangan moratorium bukan merupakan landasan yang terbaik untuk membuka kembali perundingan langsung. Ia mengatakan, perunding Israel dan Palestina akan melakukan pertemuan terpisah dengan para pejabat AS di Washington pada pekan depan.
Dalam perkembangan lain, Departemen Luar Negeri menyatakan ketidaksetujuan pada langkah negara-negara Amerika Selatan yang mengakui kemerdekaan Palestina. Akhir pekan lalu, presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan, ia mengambil langkah itu menanggapi himbauan presiden Palestina Mahmoud Abbas. Argentina dan Uruguay hari Senin mengatakan, mereka mengambil langkah serupa.
Dalam jumpa pers di Washington, jurubicara Departemen Luar Negeri PJ Crowley mengatakan langkah sepihak yang diambil tanpa adanya perjanjian perdamaian antara pihak-pihak yang bersangkutan, tidak akan membantu.
Crowley mengatakan, "Kami berpendapat, kita tidak boleh melupakan fakta bahwa satu-satunya cara menyelesaikan isu inti dalam proses ini adalah melalui perundingan. Itu tetap menjadi fokus kami. Kami tidak mendukung langkah itu, seperti telah kami katakan beulangkali. Langkah sepihak apapun, menurut kami, adalah kontra produktif."
Para pejabat Palestina belum lama ini mengancam akan mengambil langkah sepihak, termasuk membawa masalahnya ke Majelis Umum, PBB, jika tidak tercapai kemajuan dalam perundingan dengan Israel.
Langkah negara-negara Amerika Selatan itu mengundang kecaman dari Kongres Amerika. Legislator Republik Ileana Ros-Lehtinen, yang akan menjadi ketua Komisi Urusan Luar Negeri bulan depan mengatakan, mengakui kemerdekaan Palestina, tanpa komitmen Palestina untuk meninggalkan kekerasan dan menghormati hak Israel untuk hidup, keliru dan tidak bertanggungjawab, dan akan membuat yang lain din seluruh dunia terdorong menggunakan kekerasan dalam memajukan agenda mereka.