Selasa 21 Dec 2010 22:53 WIB

Pendiri Facebook Tak Pantas Jadi Tokoh Time 2010

Mark Zuckerberg menjadi sampul majalah Time 2010
Foto: Al Jazeera
Mark Zuckerberg menjadi sampul majalah Time 2010

REPUBLIKA.CO.ID, Majalah bergengsi Time menobatkan pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, sebagai Tokoh Time 2010. Namun keputusan memilih Zuckerberg ini menyisakan kontroversi tersendiri.

Dalam artikelnya yang provokatif di Al Jazeera, Jillian York, mengatakan Time 'salah' memilih Tokoh Tahun 2010. Keputusan Time memilih Zuckerberg, menurut York tidak semata-mata dari prestasi Facebook menjalinkan pertemanan 500 juta orang di dunia. 

Ada sejumlah alasan yang diajukan York. Pertama, Facebook masih bermasalah dengan privasi identitas pengguna akunnya. Ia memberi contoh: Facebook mengharuskan pengguna akun mendaftar sesuai dengan nama asli. Menurut Zuckerberg, pengguna Facebook yang tidak mendaftar dengan nama asli adalah orang yang tidak punya integritas.

Kebijakan ini bisa jadi dianggap sepele bagi banyak orang, kata York. Tapi bagi pengguna akun Facebook yang bermukim di negara dengan rezim totaliter, penggunaan nama asli di akunnya akan menimbulkan ancaman tersendiri. Apalagi Facebook kini beken digunakan oleh berbagai macam aktivis dari berbagai negara.

Masalah privasi lainnya adalah distribusi data pribadi pemilik akun Facebook oleh sejumlah program atau piranti lunak. Di Facebook banyak ditemukan program pihak ketiga seperti game maupun aplikasi kuis. Yang jarang disadari oleh para pemilik akun adalah, begitu mereka menyetujui bermain di game atau kuis tertentu, maka data-data mereka akan dikirim, tanpa persetujuan si pemilik, ke pihak pengiklan.

Alasan kedua, kata York, adalah fenomena WikiLeaks. Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, sebelumnya bersaing ketat dengan Zuckerberg memperebutkan gelar Tokoh Time 2010. Dalam editorialnya di Time, majalah itu mengatakan pilihan mereka ke Zuckerberg karena , "Zuckerberg memandang dunia dari sisi positif, membantu menjalin sinergi dari ratusan juta orang untuk menciptakan prestasi. Sementara Assange memandang dunia dari sisi konspirasi sehingga ia ingin membuka rahasia-rahasianya."

"Assange adalah tokoh yang sangat populer," kata York. Malah berdasarkan polling Time, Assange mendapatkan suara jauh lebih besar dari Zuckerberg. Assange dipilih oleh 382.026 suara, sementara Zuckerberg hanya 18.353 suara.

Time mengatakan, salah satu kriteria Tokoh Tahun 2010 adalah individu yang paling berpengaruh tahun tersebut. Time menegaskan, mereka bisa tidak sependapat dengan pilihan pembaca Time yang menginginkan Assange menjadi tokoh tahunan. Tapi menurut pembaca, pilihan tidak menahbiskan Assange semata-mata adalah politik.

Seperti diketahui, Assange membocorkan 250 ribu lebih kawat rahasia Kedubes AS di berbagai negara. Tindakannya memicu kemarahan pejabat tinggi AS, yang meminta Assange diekstradisi dari London ke AS untuk bisa diseret ke pengadilan.

Alasan ketiga, jelas York, adalah bisnis. Bagi yang ingat, pada tahun 1979 Time menobatkan pemimpin spiritual Iran, Ayatullah Khomeini, menjadi Tokoh Time 1979. Tak lama setelah itu, ribuan pembaca Time di AS membatalkan langganan mereka terhadap majalah yang hampir berusia seabad ini. Pembaca protes terhadap Iran.

Menurut York, alasan yang sama juga bisa terjadi pada Assange. Dalam survei ABC News/Washington Post, 2/3 responden mengatakan setuju kalau Assange harus diseret ke meja hijau karena membocorkan rahsia negara. "Boleh jadi Time enggan berkontroversi lagi, enggan kehilangan pelanggan mereka," kata York.

Tapi menurut York, pertanyaan terbesar mengapa Time memilih Zuckerberg adalah "Mengapa sekarang?" Facebook mencapai masa keemasannya pada tahun 2008. Ketika itu Facebook menjadi satu satunya laman jejaring sosial paling terkenal. Semenjak itu, Facebook menuai kritikan karena masalah data privasi pengguna akunnya.

"Gelar ini tidak akan bermasalah kalau diberikan ke Zuckerberg pada tahun 2008. Tapi ketika diberikannya tahun ini, ketika dunia melihat aksi WikiLeaks dan Julian Assange, rasanya pilihan Time kurang tepat," kata York.

sumber : Al Jazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement