Rabu 22 Dec 2010 05:49 WIB

Situasi Politik Kondusif, Thailand Cabut Jam Malam

Rep: Hiru Muhammad/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK--Pemerintah Thailand akhirnya Selasa (21/12) setuju mencabut jam malam mulai Rabu ini setelah diberlakukan selama delapan bulan terakhir menyusul pulihnya kondisi keamanan dan politik di negeri gajah putih tersebut. Namun, pemerintah masih membuka peluang diberlakukannya, Internal Security Act (ISA) dalam bentuk jam malam atau larangan berkumpul apabila kondisi keamanan memburuk.

"Pemerintah telah melihat kondisi keamanan sudah mulai baik dan para pengunjuk rasa sudah bersikap damai, dan mematuhi hukum," kata Supachai Jaisamut, juru bicara pemerintah.

Pemerintah Thailand telah memberlakukan kondisi darurat di kota Bangkok dan sejumlah propinsi lainnya sejak 7 april lalu menyusul terjadinya aksi demonstrasi dan unjuk rasa yang melanda kota Bangkok. Aksi yang semula berlangsung damai itu berubah menjadi kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa 91 orang tewas, lebih dari seribu orang terluka dan sejumlah bangunan penting rusak. 

Pencabutan jam malam itu berlangsung lima hari setelah dilakukannya pertemuan pertama antara Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva dengan pemimpin kelompok kaos merah, Thida Thavornseth untuk membahas jaminan bagi pemimpin demosntran dan lebih dari 100 tahanan lainnya. Mereka telah menjalani penahanan sejak Mei silam.

Thida juga menyatakan pihaknya ingin segera membebaskan para rekannya yang masih ditahan. Namun, Abhisit menilai masalah jaminan itu menjadi wewenang pengadilan kriminal. Abhisit juga menambahkan pemilihan akan digelar paling cepat tahun depan bila kondisi keamanan terus membaik.

Abhisit akan memberlakukan ISA yang disebut sebagai 'aturan keamanan dalam kondisi normal' yang pernah diberlakukan saat unjuk rasa anti pemerintah pecah 2008 lalu. "Petugas telah mampu mengendalikan keamanan dan siap menghadapi insiden yang akan terjadi," kata Abhisit.

Menurut Sukhum Nuansakul, analis politik Thailand, kedua pihak yang bertikai saat ini sudah mengalami banyak kemajuan dalam perundingan damai. Meski perlu adanya perhatian yang lebih besar terutama terhadap kelompok militan.

Kelompok sayap kanan dan sejumlah pengunjuk rasa kini juga mempersoalkan masalah pelanggaran hak azasi manusia sebagai upaya melumpuhkan kelompok oposisi dankebebasan berbicara. Pemerintah dianggap telah menggunakan kekerasan dalam skala luas hingga dilakukannya penahanan, pencarian dan mengintaian tanpa adanya surat perintah, sensor terhadap media dan penahanan lebih dari 30 hari.

Ahad kemarin meski secara teori berkumpul lebih dari lima orang dilarang, kelompok kaos merah telah melakukan aksi damai yang berhasil menarik perhatian lebih dari 10 ribu warga kota Bangkok. Dalam menerapkan ISA, pemerintah Thailand tidak secara otomatis melarang orang untuk berkumpul. Namun,dapat memberlakukan jam malam dan menutup sejumlah wilayah yang dianggap rawan dan tidak dapat menahan orang tanpa persetujuan pengadilan.

Pecahnya demonstrasi di kota Bangkok pertengahan April hingga Mei lalu telah memukul perekonomian negara yang selama ini banyak mengandalkan bisnis wisata sebagai salah satu devisanya. Padahal Thauiland tercatat sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan tertinggi dan diproyeksikan mencapai 7,5 persen tahun ini.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement