REPUBLIKA.CO.ID,KABUL--Pasukan internasional melampaui mandat dengan menyerang sebuah kantor di Kabul yang menewaskan dua aparat keamanan Afghanistan, kata pemerintah Afghanistan, Minggu. Para penjaga keamanan itu tewas Jumat ketika pasukan asing menyerbu kantor itu karena apa yang disebut Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO sebagai rencana untuk menyerang kedutaan besar AS.
ISAF menerima informasi intelijen bahwa kantor perusahaan angkutan di pusat kota Kabul itu menyimpan dua mobil yang dipenuhi peledak. "Kementerian dalam negeri telah melakukan penyelidikan serius... dan hasilnya, jelas bahwa operasi pasukan internasional itu bertentangan dengan peraturan tugas," kata juru bicara kementerian dalam negeri Zemerai Bashary.
"Ini adalah peristiwa tragis dan memilukan. Pasukan yang terlibat dalam operasi itu, yang mengabaikan peraturan dan pra-perjanjian, telah melakukan operasi di dalam kota Kabul," katanya. Tanggung jawab pengawasan Kabul diserahkan kepada polisi Afghanistan pada 2008 dan, menurut Beshary, semua operasi di dalam ibukota harus dilakukan oleh pasukan lokal yang bisa meminta bantuan dari militer asing.
Bashary mengatakan, operasi Jumat itu melibatkan polisi khusus Afghanistan namun mereka tidak berada di garis depan. Ia menambahkan, seorang jendral Afghanistan yang bertanggung jawab atas polisi yang terlibat dalam penyerbuan itu telah diskores dan seorang kolonel dipecat karena insiden tersebut.
Insiden Jumat itu terjadi di tengah meningkatnya konflik di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun ini ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Sekitar 700 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun ini, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org. Pemimpin Taliban Mullah Omar telah menyatakan, pihaknya akan meningkatkan serangan taktis terhadap pasukan koalisi untuk memerangkap musuh dalam perang yang melelahkan dan mengusir mereka seperti pasukan eks-Uni Sovyet.
Saat ini terdapat lebih dari 150.000 prajurit yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi gerilyawan Taliban. Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.
Pasukan NATO dan Afghanistan saat ini terlibat dalam ofensif besar-besaran di sekitar Kandahar -- kota terbesar di wilayah selatan -- yang bertujuan menghalau gerilyawan dari daerah tersebut untuk membantu mengakhiri perang panjang Afghanistan. Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut. Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.