REPUBLIKA.CO.ID,GAZA--Dua tahun lewat agresi Zionis Israel ke Jalur Gaza, masih menyisakan duka dan derita bagi mereka yang selamat dari pembantaian berdarah dan aksi brutal Zionis yang menghancur-leburkan Jalur Gaza.Di antara puluhan rumah dan keluarga Palestina yang menjadi target brutal agresi Zionis ke Jalur Gaza, dua tahun lalu, adalah keluarga el Samuni dan el Dayah.
Dua keluarga ini paling banyak mempersembahkan syuhada dalam agresi Israel ke Jalur Gaza.Koresponen Infopalestina bertemu dengan Shalah Samuni, yang berusia 30-an tahun. Dia mengisahkan fakta pembantaian yang dilakukan pasukan penjajah Zionis Israel terhadap keluarganya yang telah menjadi simbol dan saksi kebrutalan dan kebiadaban kejahatan penjajah Zionis.
Keluarga yang tinggal di kampung Zaitun Gaza ini mempersembahkan 25 syuhada yang gugur dalam dalam perang Gaza dan puluhan lainnya terluka.Pada 4 Januari 2009, ungkap Shalah, “Saat itu kami di dalam rumah besama anggota keluarga lainnya. Ada nenek saya dan juga ibu istri saya yang sedang berkunjung ke rumah. Saya terluka di tangan krisi saya akibat serangan meriam pasukan penjajah Zionis Israel dan tembakan di sekitar rumah.”
Dia melanjutkan, “Lantai dua dari rumah saya terkena serangan rudal dan terbakar. Sekitar pukul 8:30 pagi, saya saya berupaya keluar dan bersama saya anak saya berusia 6 bulan, saya melihat para serdadu Zionis Israel tersebar di lokasi. Kurang dari dua jam kemudian, kami dipaksa para serdadu Israel untuk keluar dari rumah. Saat itu kami memiliki 3 keluarga lain yang sedang berlindung di rumah.”Dengan pedih Shalah melanjutkan kisahnya, “Kami keluar setelah para serdadu penjajah Zionis memerintahkan kami dan kami menuju rumah Wail Samuni yang dekat dengan kami. Saat itu sejumlah keluarga-keluarga el Samuni telah berkumpul di sana karena takut terkena gempuran Zionis.”
Dia menambahkan, “Kami tinggal di dalam rumah tersebut selama sehari penuh. Saat itu jumlah kami 90 orang dari 7 pasangan keluarga mulai anak-anak, kaum wanita dan laki-laki, tanpa makanan dan minuman. Sebelumnya konsisi sangat tenang di pagi hari. Besok paginya kami bersama 5 orang lainnya keluar sejauh 3 meter untuk mencari kayu guna menyalakan api untuk membuat makanan. Namun tiba-tiba kami dikejutkan oleh rudal pesawat helikopter yang memecah keheningan langit. 3 orang terluka dan dua lainnya gugur. Saya segera masuk, sementara darah bercucuran dari kepala, telingat, kaki dan punggung saya.”
Shalah terdiam beberapa saat sambil mengenang detail peristiwa berdarah tersebut. “Dua detik kemudian, dua buah rudal menghantam atas rumah hingga roboh. Sejumlah anggota keluarga di dalam rumah gugur termasuk anak-anak dan kaum wanita serta orang tua, sementara saya selamat dengan menakjubkan,” lanjutnya.
Dia mengatatakan, “Saya lihat ke sekeliling dan menyaksikan sejumlah besar anggota keluarga gugur dan terluka. Saya duduk di tanah seakan tidak percaya bahwa saya masih hidup. Saya langsung berteriak keras kepada siapa saja yang masih hidup agar segera keluar, khawatir gempuran berikutnya akan menghantam mereka yang tersisa hidup di dalam rumah.”
Air mata bercucuran dari kedua mata Shalah saat mengingat teriakan para wanita dan rintihan korban yang terluka. Suara jeritan dari kaum wanita yang berteriak, “Kami keluar untuk ditembak dengan mesiu kepada kami.” Shalah menyatakan bahwa dirinya melihat ke arah ibunya yang tergeletak di tanah dan berkata kepadanya, “Mari keluar bersama kami, Ibu.” Namun, kata Shalah, “Ternyata dia sudahi meninggal dunia. Saya pun melihat ke arah putrid saya dan ayah saya dan keduanya juga sudah meninggal dunia.”
Sementara itu Amir Fayiz al Dayah, yang selamat dari pembantaian yang dilakukan Zionis Israel terhadap keluarganya, menuturkan kepada koresponen Infopalestina. “Pada 6 Januari 2009, di pagi hari di saat saya sedang tidur, saya terbangun oleh suara ledakan kuat yang menghancurkan kaca-kaca rumah, hingga badan saya terasa bergetar aneh dan rumah pun roboh dan saya berada di bawah reruntuhan. Setelah itu saya tidak sadarkan diri. Setelah sadar, saya mereka seperti sudah mati. Saya mendengar suara tetangga dari luar. Maka saya segera berteriak sekuatnya. Orang-orang pun mulai menyingkirkan reruntuhan dan menyelelamatkan saya dari bawah reruntuhan.”
Fayiz terdiam sesaat sementara air matanya bercucuran. Kemudian dia mengatakan bahwa pesawat tempur Zionis Israel merudal rumahnya hingga roboh total dan mengakibatkan 22 keluarganya gugur. Bersama keluarganya yang masih selamat, dia rela meninggalkan rumahnya khawatir Israel kembali melancarkan serangan.