REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH--Seorang perempuan Palestina yang menghirup gas air mata yang ditembakkan tentara Israel saat unjuk rasa atas tembok pemisah di Tepi Barat meninggal dunia pada malam hari, kata petugas medis Palestina pada Sabtu (1/1). Perempuan itu bernama Jawaher Abu Rahma yang berumur 36 tahun.
Tentara mengatakan pada Jumat bahwa mereka menggunakan alat yang tidak ditentukan "untuk membubarkan unjuk rasa" kepada sejumlah 250 demonstran yang ikut dalam aksi mingguan untuk menentang pembatas di dekat desa Bilin, Tepi Barat. Sejumlah foto memperlihatkan asap gas air mata mengepul disekitar pengunjuk rasa yang melemparkan batu.
Rumah sakit di kota Ramallah di Tepi Barat yang dijajah tidak mengatakan jika perempuan itu menderita asma atau penyakit lain yang dapat memperparah dampak dari gas tersebut.
Sejumlah kerabat mengatakan bahwa kakak pria perempuan itu, Bassem Abu Rahma juga tewas di tempat yang sama ketika kepalanya terkena kaleng gas air mata yang ditembakkan pada jarak dekat sewaktu unjuk rasa pada April 2009.
Perdana Menteri Palestina, Salam Fayyad juga menghadiri unjuk rasa Bilin pada Jumat namun dia tidak mengalami cedera. Sejumlah warga Palestina bergabung dengan warga Israel dan aktivis asing yang memprotes pembatas di Tepi Barat yang dibangun Israel telah bentrok dengan beberapa tentara hampir pada setiap Jumat di luar Bilin serta sekitarnya selama bertahun-tahun.
Israel mengatakan tembok baja dan beton serta pagar dan kawat berduri yang direncanakan sepanjang 723 kilometer dibutuhkan bagi keamanan. Warga Palestina memandangnya sebagai pengambilan lahan yang dianggap sebagai bagian dari negara mereka.
Mahkamah Internasional (ICJ) mengumumkan resolusi tidak mengikat pada 2004 yang mendesak sejumlah bagian dari pembatas di kawasan Tepi Barat untuk diruntuhkan dan menghentikan bangunan lainnya di area itu. Namun Israel tidak memedulikan peraturan tersebut.
Unjuk rasa mingguan diumumkan dengan tanpa kekerasan namun sering berubah menjadi bentrokan antara pemuda Palestina pelempar batu (Intifadha) dengan tentara Israel yang menembakkan gas air mata serta peluru karet.
Menurut tokoh dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Israel sejauh ini telah menyelesaikan 413 kilometer pembatas yang direncanakan. Ketika pembangunannya tercapai, sebesar 85 persen tembok pembatas itu akan berdiri di dalam Tepi Barat yang mengambil lahan dari desa seperti Bilin dan Nilin.
Pada Februari Israel memulai pekerjaan untuk merencanakan ulang jalur pembatas di dekat Bilin selama lebih dari dua tahun karena permintaan Pengadilan Tinggi, sehingga Israel memindahkannya sejauh ratusan meter ke arah barat.
Pengadilan Tinggi mengeluarkan peraturan itu pada September 2007 bahwa pembatas di kawasan Bilin "sangat merugikan" para penduduk desa dan meminta pemerintahnya untuk membuat rute alternatif "selama periode yang ditentukan".
Dalam peraturannya, pengadilan mengatakan para penduduk telah didiskriminasikan karena tanah mereka dijajah dan lahan pertaniannya dipotong oleh pembatas tersebut. Warga Palestina juga mengatakan bahwa di beberapa tempat, pembatas itu memisahkan jalan ke sekolah dan pusat pengobatan serta memisahkan sejumlah keluarga.
Para penduduk Bilin merupakan yang pertama yang mengadakan unjuk rasa terjadwal dalam menentang tembok tersebut sehingga mengembangkan kampanye yang telah menyebar ke desa lain di Tepi Barat.