Kamis 06 Jan 2011 18:51 WIB

Korut Serukan Perundingan Tanpa Syarat dengan Korsel

REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL--Korea Utara hari Rabu menyatakan terbuka bagi "perundingan segera dan tanpa syarat" dengan Korea Selatan untuk memperbaiki hubungan lintas-batas yang terganggu akibat pemboman mematikan di sebuah pulau perbatasan, kata media pemerintah. Pernyataan pemerintah, partai politik dan organisasi sosial Korea Utara itu, yang disiarkan oleh media pemerintah, mengatakan, negara komunis tersebut "dengan sopan mengusulkan dialog dan negosiasi luas" dengan Korea Selatan.

"Untuk memperbaiki hubungan utara-selatan yang kini berada pada tingkat terendah, kami akan melakukan dialog dan negosiasi positif... baik pihak berwenang atau warga sipil, partai berkuasa atau partai oposisi, progresif atau konservatif," kata pernyataan itu. Pyongyang, katanya, "siap bertemu dengan siapa pun, kapan pun, di mana pun" dan menyerukan "pembukaan perundingan dengan segera dan tanpa syarat", antara para pejabat dengan "tangggung jawab dan wewenang nyata".

Bahasa damai yang tidak biasanya dari Pyongyang itu disampaikan beberapa hari setelah Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak menawarkan hubungan ekonomi lebih erat dengan Korea Utara jika negara komunis tersebut mengubah sikapnya. Dalam pidato Tahun Baru yang disampaikan setelah Pyongyang menyerukan perbaikan hubungan pada 2011, Lee mengatakan, pintu bagi perundingan "masih terbuka" jika negara komunis tetangganya itu menunjukkan kesungguhan untuk memperbariki hubungan.

Hubungan antara kedua negara Korea itu memburuk ke tingkat terendah setelah pada November pasukan artileri Korea Utara melepaskan tembakan ke pulau Yeonpyeong dekat perbatasan laut yang disengketakan kedua negara itu, menewaskan empat orang Korea Selatan -- dua marinir dan dua warga sipil -- dalam pemboman pertama ke sebuah daerah sipil sejak Perang Korea 1950-1953.

Serangan itu, yang juga melukai 15 marinir Korea Selatan serta tiga warga sipil dan menghancurkan 19 rumah, telah menambah kekhawatiran mengenai konflik di semenanjung Korea yang sudah tegang. Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.

Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut. Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.

Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan. Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu. Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang. Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS. "Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin.

sumber : ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement