REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS--Setelah Presiden Tunisia Zine el Abidine Ben Ali meninggalkan negaranya, situasi di negara itu tetap tegang. Militer dan polisi yang mengenakan baju sipil berada di jalan-jalan untuk menjaga ketenangan dan keteraturan.
Di beberapa kota dilaporkan masih terjadi kerusuhan dan kekacauan. Di kota Mahdia dekat Monastir dilaporkan puluhan orang tewas dalam kerusuhan di sebuah penjara.
Presiden sementara Foued Mbazaa meminta PM Mohammed Ghannouchi untuk membentuk pemerintahan kesatuan nasional. Untuk itu Ghannouchi telah memulai pembicaraan pertama dengan partai-partai oposisi. Koalisi pemerintahan baru, yang melibatkan oposisi, akan mengisi kekosongan kekuasaan setelah mundurnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali. Lebih lanjut dipastikan dalam waktu 60 hari ke depan akan digelar pemilihan presiden.
Sabtu sore hari (15/01) api tampak mengepul di sejumlah bagian kota Tunis. Kota tampak sepi, dan daerah pusat kota ditutup sepenuhnya. Penembak jitu ditempatkan di gedung departemen dalam negeri. Panser diparkir di depannya, helikopter terbang berputar di atas kota. Semakin dekat malam, semakin tinggi perasaan takut atas kemarahan yang menyebabkan kehancuran dan kekerasan.
Orang merasa tidak aman, karena sampai sekarang tidak jelas, siapa yang berada di balik penjarahan dan kelompok yang melakukan kekerasan, juga siapa sekarang yang berkuasa di negara.
Dari sisi pemerintahan, PM Ghannouchi akan memimpin negara untuk sementara. Kemudian Dewan Konstitusi mengangkat Foued Mbazaa yang berusia 67 tahun menjadi presiden sementara. Mbazaa, yang terakhir menjabat ketua parlemen, tidak dikenal dunia internasional.
Tetapi Mbazaa juga anggota partai Ben Ali RCD, dan banyak warga Tunisia sekarang hanya menginginkan satu hal: RCD tidak berkuasa lagi. Pedagang bernama Ahmed Rouissi misalnya mengatakan, Ghannouchi telah memerintah selama 10 tahun bersama Ben Ali. "Saya ingin demokrasi yang asli, pemerintah yang baru, yang lain sepenuhnya."
Hari Sabtu (15/01) penghancuran terus berjalan. Yang jadi sasaran terutama harta milik istri Ben Ali, Laila Trabelsi dan keluarganya. Di daerah turis, situasi lebih tenang. Tetapi biro perjalanan Jerman memutuskan untuk menerbangkan para wisatawan keluar dari Tunisia. Sabtu sore (15/01) sejumlah bus menjemput turis dari daerah-daerah wisata, sehingga mereka dapat terbang dengan pesawat khusus kembali ke tanah airnya.