REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN--Aksi unjuk rasa besar-besaran berujung pada penurunan Presiden Tunisia Zine Al-Abidin Ben Ali. Aksi serupa, kini melanda negara muslim lainnya, yakni Yordania. Aktifis Islam negara setempat melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut mundur Perdana Menteri Samir Rifai, Ahad (16/1).
Mereka meminta mengakhiri apa yang mereka sebut sebagai pemerintahan otoriter di negera mereka. Ribuan aktifis Islam dan beberapa demonstran dari kelompok kiri berunjuk rasa di depan parlemen untuk memprotes kenaikan harga dan reformasi pasar bebas yang semakin memperburuk penderitaan kaum miskin yang berjumlah tujuh juta di negara tersebut.
Demonstrasi ini digagas oleh serikat Muslim berpengaruh, yang menjadi tombak oposisi terhadap kebijakan kerajaan Yordania yang pro-Barat. Demonstran menyerukan kejatuhan pemerintahan Perdana Menteri Samir Rifai, dengan melihat Tunisia yang beberapa hari terakhir porak poranda sebagai contoh.
"Orang-orang Tunisia yang berdiri menjadi satu untuk menurunkan tirani dan ketidakadilan adalah contoh untuk semua bangsa Arab," kata Sheikh Hammam Said, kepala Ikhwanul Muslimin Yordan, seraya meneriakkan "Allahu Akbar" di tengah kerumunan aksi unjukrasa.
"Kami di Yordania menderita lebih banyak dari apa yang terjadi di Tunisia. Kami menderita dari kekuasaan otoriter. Ada yang harus mengakhiri perampasan kebebasan dan penyitaan dari kehendak rakyat ini," tambah Said.
Kerusuhan kekerasan di Tunisia telah memaksa Presiden Zine al-Abidine Ben Ali untuk meninggalkan negaranya pekan lalu setelah lebih dari 23 tahun berkuasa. Peristiwa tersebut disaksikan dengan seksama oleh seluruh dunia Arab, dimana para pemimpin secara historis copot hanya melalui kudeta, pembunuhan atau kematian mereka sendiri.
Para aktifis di Yordan kemarin membentangkan spanduk yang menuduh pemerintah "telah melakukan pencurian uang publik" dan "korupsi merajalela" spanduk lain berisi "martabat rakyat adalah garis merah" dan mereka mencela kenaikan harga. Yordania menjadi saksi beberapa serangan kerusuhan sipil di daerah miskin selama dekade terakhir akibat kenaikan harga yang tinggi.
Demonstrasi terbaru ini menjadi pukulan kepada pemerintahan Presiden Rifai, yang sudah rusak oleh ekonomi lemah dan serangkaian skandal dalam perusahaan yang di kuasai pemerintah. Dan sekarang menghadapi kritik publik yang terus berkembang akibat korupsi di kalangan pejabat.