REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Aksi demonstrasi besar-besaran selama beberapa hari di Tunisia hingga berujung tumbangnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali telah memberikan inspirasi bagi rakyat di beberapa negara tetangga. Di Mesir, aksi demonstrasi menggoyang pemerintahan juga terjadi. Sebelumnya di Yaman juga terjadi hal yang sama.
Terkait hal itu, Presiden Mesir Hosni Mubarak memperingatkan para aktivis setempat untuk tidak meniru aksi protes gaya Tunisia yang sukses menumbangkan Presiden Zine Al Abdidin Bin Ali. "Keamanan negara adalah prioritas utama karena dengan itu nasib sebuah negara dan rakyat dipertaruhkan," tegas Presiden Mubarak seperti dikutip kantor berita Mesir, MENA, Selasa (25/1).
Disebutkan, Presiden Mubarak juga telah menginstruksikan Menteri Dalam Negeri, Habib Al Adly yang membawahi kepolisian dan Lembaga Kemaman Nasional (Amnud Daulah) untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pengunjuk rasa yang anarkis. Sejumlah aktivis dan kalangan oposisi merencanakan melakukan unjukrasa pada Selasa (25/1) dengan meniru gaya unjuk rasa di Tunisia yang juluki sebagai "Yawmul ghadhab (hari kemarahan)."
Mendagri Al Adly juga mengatakan pihaknya telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap para pengunjukrasa yang melanggar hukum. "Aparat keamanan akan bertindak tegas dan menangkap siapa saja yang tidak mematuhi hukum," ujar Mendagri Al Adly.
Para pengamat menilai, dataran politik Mesir saat ini dalam suasa panas sejak pemilihan parlemen pada November 2010 lalu yang disapu bersih oleh partai berkuasa, Partai Demokratik Nasional (National Democratic Party/NDP) pimpinan Presiden Mubarak. Partai oposisi dalam pemilihan anggota parlemen tersebut hanya kebagian 15 persen dari 508 kursi yang diperebutkan.
Pemilu tersebut akan menentukan pemilihan presiden pada November 2011. Presiden Mubarak (83) -- yang telah berkuasa selama 30 tahun sejak terbunuhnya Presiden Anwar Sadat pada 1981 - sejauh ini belum menentukan sikap apakah akan mencalonkan diri atau tidak dalam pemilihan presiden itu.
Putra sulunngnya, Gamal Mubarak, yang kini menduduki posisi strategis sebagai Asisten Sekretaris Jenderal NDP dan Kepala Kebijakan Politik partai berkuasa itu disebut-sebut bakal menggantikan ayahnya memimpin negeri berpenduduk 80 juta jiwa tersebut.