REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Raja Abdullah dari Yordania, yang merupakan sekutu dekat Amerika Serikat, pada Selasa mengganti perdana menterinya setelah aksi protes terhadap harga makanan dan kondisi kemiskinan.
Seorang pejabat Yordania mengatakan negara monarki itu telah secara resmi menerima pengunduran diri Samir Rifai, seorang politisi kaya dan mantan penasihat pengadilan, dan meminta Marouf Bakhit untuk membentuk sebuah kabinet baru.
Para demonstran yang terinspirasi protes massal di Tunisia dan Mesir meminta untuk pemberhentian Rifai. "(Bakhit) adalah mantan jenderal dan pernah menjabat duta besar untuk Israel serta merupakan perdana menteri periode sebelumnya. Ia merupakan seseorang yang akan terlihat sebagai sosok yang aman," kata Profesor Studi Kebijakan Timur Tengah di Universitas Kota London, Rosemary Hollis.
"Saya tidak melihatnya sebagai liberalisasi. Pada saat menjabat sebelumnya, ia berbicara tentang reformasi tapi tidak ada yang terjadi," katanya. Sebelum dipecat akibat tekanan publik karena tingginya harga makanan, Rifai sempat mengumumkan kenaikan gaji bagi pegawai negeri sipil dan militer sebagai upaya untuk menenangkan massa dua pekan lalu.
Protes telah menyebar secara luas di seluruh Yordania dalam beberapa pekan terakhir, dengan demonstran yang menyebut korupsi diakibatkan oleh reformasi pasar bebas berperan terhadap kemiskinan negeri itu.
Banyak warga Yordania menyalahkan pemerintahnya bertanggung jawab atas resesi panjang dan meningkatnya hutang publik yang menyentuh rekor 15 miliar dolar AS di salah satu kekuatan ekonomi terkecil di Arab, yang sangat bergantung pada bantuan asing.