REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH - Para penyelidik Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka menemukan indikasi adanya eksploitasi, pemaksaan dan intimidasi terhadap staf rendahan di kantor-kantor perwakilan AS di empat negara Teluk. Penyelidik Departemen Luar Negeri melaporkan bahwa para kontraktor secara ilegal merampas paspor para pekerja. Kontraktor juga menempatkan pekerja tersebut dalam kondisi berdesakan dan kotor.
Para penyelidik mengatakan sejumlah pekerja harus membayar uang muka sebesar gaji mereka dalam satu tahun. Kondisi itu menyebabkan para pekerja di kedubes AS tersebut terpaksa berhutang. Tetapi, pihak penyelidik Amerika tidak menemukan bukti adanya pelanggaran undang-undang hak asasi manusia Amerika Serikat.
Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri AS menerbitkan laporan pada Senin (7/2). Dari sebanyak 75 pekerja yang ditanyai oleh penyelidik di Kuwait, Oman, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, mereka mengatakan datang ke negara-negara itu secara sukarela. Para pekerja tersebut dipekerjakan oleh sejumlah kontraktor yang dibayar oleh departemen luar negeri untuk kedubes-kedubes AS di negara-negara itu dan dua konsulat jenderal di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Tetapi, sebagian besar tukang kebun, juru masak, tukang bersih dan satpam asal Bangladesh, Etiopia, India, Nepal, Filipina dan Sri Lanka itu mengatakan bahwa mereka diminta untuk membayar uang muka saat direkrut oleh perusahaan kontraktor. ''Dua pertiga tempat tinggal pekerja itu hampir sama dengan kondisi sel penjara di AS,'' tulis laporan tersebut.
Hampir separuh pekerja itu mengatakan bahwa mereka membayar pungutan berjumlah lebih dari enam bulan gaji. Sebanyak 25 persen lebih dari mereka membayar pungutan yang jumlahnya lebih satu tahun gaji.
Laporan yang diterbitkan sebagai bagian dari peninjauan berkala operasi departemen luar negeri itu menemukan bahwa semua kontraktor di empat negara itu merampas paspor pekerja meskipun tindakan itu ilegal.
Sebagian pekerja juga mengatakan kepada penyelidik bahwa gaji mereka tertunggak karena masih belum dibayar. Sebagian mengatakan bahwa mereka dibayar rendah dibanding gaji warga setempat. Sebagian juga mengeluhkan uang makan dan tunjangan lainnya tidak bisa menutupi biaya hidup.
Kontraktor-kontraktor Saudi dilaporkan mengambil separuh biaya izin kerja dari gaji para pekerja itu. ''Hal tersebut bertentangan dengan undang-undang ketenagakerjaan Arab Saudi,'' tulis laporan itu. ''Praktik sejumlah kontraktor ini sangat merugikan para pekerja asing dan merusak citra Departemen Luar Negeri.''