Jumat 11 Feb 2011 09:52 WIB
Trending News

Mumi Firaun Tutankhamun Nyaris Dicuri Penjarah

Rep: Abdullah Sammy/ Red: Johar Arif
Foto yang diambil hari Sabtu ini menunjukkan kepala mumi tergeletak di lantai Museum Mesir di Kairo. Sejumlah orang memasuki museum dan merusak dua mumi berusia ribuan tahun dan ratusan artefak lainnya.
Foto: AP
Foto yang diambil hari Sabtu ini menunjukkan kepala mumi tergeletak di lantai Museum Mesir di Kairo. Sejumlah orang memasuki museum dan merusak dua mumi berusia ribuan tahun dan ratusan artefak lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO-Jika ingin melihat sejarah modern umat manusia, Mesir dapat dijadikan acuan utama. Dari tanah para raja inilah mulai terbangun pondasi sistem kekuasaan. Di Negeri Seribu Menara, julukan Mesir kini, tersimpan warisan kekayaan dan peradaban. Kisah Firaun patut menjadi rujukannya.

Raja atau firaun, tampil sebagai pengatur hajat hidup. Segala sesuatu yang jadi nilai utama peradaban, dimilikinya mulai dari budak, dayang, hingga harta benda, berada dalam satu genggaman sang penguasa.

Tak heran maka, mayoritas peninggalan yang ditemukan pada ribuan abad berikutnya, tak jauh dari emas, perhiasan, serta materi perlambang kekayaan. Kekuasaan diawetkan dalam wujud mumi Firaun. Begitupun harta yang timbun di samping pusara sang raja.

Era firaun dan Mesir kuno telah berlalu berabad lampau. Tapi kekuasaan dan harta sang raja tetap abadi dalam sejarah dan peninggalan mumi. Sejarah dan mumi itu kini tersimpan rapat di Museum Nasional Mesir, Kairo.

Semenjak berkuasa hingga jadi peninggalan sejarah, tidak ada yang berani 'mengganggu' Firuan. Dia tetap menjadi figur yang dilindungi keberadaannya. Prajurit selalu menjaganya, saat masih duduk di singgasana di istananya yang megah atau tatkala teronggok di dalam museum.

Namun semuanya berubah begitu aksi massa pecah di Lapangan Tahrir, Januari 2011. Di tengah ratusan ribu massa yang memenuhi alun-alun Kairo itu dan mengancam kekuasaan Presiden Husni Mubarak, mumi Firaun ikut terancam.

Di saat upaya revolusi damai itu bergulir, mumi Firaun diincar oleh tangan-tangan jahil sejumlah oknum yang paham betul nilai tinggi yang terpendam di dalam tubuh yang membeku tersebut. Pelaku bukanlah massa pro-demokrasi, melainkan segerombolan pencuri.

Ancaman terhadap mumi Firaun merupakan buntut dari kacau-balaunya situasi yang melanda Lapangan Tahrir. Di saat konsentrasi aparat tertuju pada usaha memukul mundur massa, kawanan pencuri berusaha menerobos pintu Museum.

Bila massa pro-demokrasi menjadikan Mubarak sebagai target utama, maka para pencuri mengincar mumi Firaun Tutankhamun, Raja Tut, sebagai buruan nomor satu. Mumi yang telah ada sejak tahun 1325 itu, menjadi incaran para penjarah karena merupakan salah satu warisan paling tua dalam sejarah peradaban modern umat manusia.

Tak hanya mumi, sejumlah harta peninggalan berharga Firaun, serta sejumlah situs bersejarah lain terancam dicuri. ''Massa mencoba memasuki museum. Kami berusaha sekuat tenaga untuk melindungi seisi museum,'' kata Kepala Departemen Sejarah dan Purbakal Mesir, Zahi Hawass, seperti dikutip dari situs Time.

Usaha para penjarah sempat membuahkan hasil. Dengan memanjat pagar dan menerobos gerbang masuk, sejumlah orang berhasil menjangkau halaman depan museum. Untungnya, mereka belum sampai memasuki ruang utama museum yang menyimpan harta tak ternilai harganya itu. Para penjarah itu mungkin belum memahami betul seluk-beluk museum atau tak sempat menjangkau lokasi mumi disemayamkan karena terlanjur diketahui pengelola Museum.

Kawanan penyamun itu gagal total karena hanya sampai memasuki toko penjual pernah-pernik sejarah yang berada di museum. ''Beruntung, orang-orang itu bodoh. Mereka menjarah toko museum yang mereka kira museum. Barang yang mereka ambil pun hanya suvenir. Kami bersyukur pada tuhan,'' ungkap Hawass.

Entah apa yang terjadi seandainya kawanan pencuri itu berhasil menjarah isi museum. Ini karena koleksi di Museum Mesir adalah salah satu yang paling berharga di dunia. ''Kami tidak bisa membayangkan kalau mereka berhasil menjangkau museum. Bukan hanya Mesir, tapi harta berharga dunia bakal yang jadi taruhannya,'' tutur Hawass.

Walau untuk sementara aman dari aksi penjarahan, bukan berarti ancaman telah berakhir. Aksi massa yang terus berlangsung di Lapangan Tahrir, yang berjarak hanya beberapa blok dari Museum, tetap menyimpan potensi kemunculan tangan jahil para pencuri.

Untuk mengantisipasi hal itu, pengelola Museum Nasional Mesir telah menutup seluruh akses masuk menuju museum. Sejumlah pemerhati sejarah secara swadaya juga membantu mengamankan museum dari tangan jahil massa. Tentara pun diterjunkan untuk mengamankan Firaun dan harta peninggalannya.

Nasib Firaun setali tiga uang dengan posisi Presiden Mubarak yang sedang dirundung ancaman. Lapangan Tahrir menjadi kunci pertaruhan baginya di bab akhir sejarah kepemimpinannya. Kekuasaan yang selama 30 tahun digenggam Mubarak, terancam hilang tak bersisa.

Tak hanya kuasa, hartanya yang melimpah jadi penyulut amarah rakyatnya. Massa di Lapangan Tahrir menuntut keduanya dikembalikan pada negara. ''Saya datang ke sini (Tahrir) untuk pertama kali, karena pemerintah sudah gagal. Tapi Mubarak tetap saja masih bertahan bersama orang-orang bodoh itu. Ia tidak percaya bahwa semua telah berakhir. Dia adalah orang yang sangat keras kepala,'' kecam mantan anggota dewan gubernur Bank Nasional Mesir, Afaf Naged, yang ikut dalam aksi unjuk rasa anti-Mubarak, seperti dilansir Al Jazeera.

Namun layaknya mumi dan harta Firaun, sejauh ini, Mubarak masih bisa bertahan. Aksi demonstrasi massa pro-demokrasi yang sudah mencapai pekan ketiga tak kunjung sanggup melengserkan Mubarak. Presiden terlama dalam sejarah Mesir ini tetap kukuh dengan pendiriannya untuk mundur usai pemilu digelar September 2011.

Demikian halnya dengan harta benda Mubarak. Dia dan keluarganya tidak butuh piramida untuk menyimpan gelimang harta yang konon mencapai angka 40 miliar dolar AS (sekitar Rp 400 triliun). Luasnya belahan dunia menjadi tempat yang aman untuk melindungi harta kekayaan. Seperti dilansir Jouhina Post, harta Mubarak tersimpan di sejumlah negara, di antaranya Inggris, Amerika, Skotlandia, dan tentu saja di tanah kekuasaannya, Mesir.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement