REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Jelang persiapan pemilu presiden pada Agustus mendatang, Dewan Tertinggi Militer Mesir memastikan bahwa, pihaknya tidak akan ikut meramaikan bursa calon presiden mendatang. Itu artinya tidak ada calon presiden dari kalangan militer.
Demikian pernyatan seorang perwira tinggi tentara, Kamis (17/2). Sehingga dengan demikian, untuk kali pertama, Mesir bakal dipimpin oleh presiden yang berasal dari kalangan sipil.
Presiden Husni Mubarak yang mundur JUmat (11/2) pekan lalu serta presiden sebelumnya berasal dari militer. Tentara mengambilalih kekuasaan tahun 1952 dari Raja Farouk. Pemilu presiden akan digelar dalam enam bulan.
Sebelumnya, sebuah panel terdiri dari pakar hukum yang ditunjuk militer Mesir akan menyerahkan hasil revisi konstitusi untuk referendum dalam dua bulan mendatang, demikian menurut seorang anggota komite tersebut, Rabu (16/2) seperti dikutip Al Arabiya.
Panel dari kalangan sipil itu telah bertemu Dewa. Tertinggi Angkatan Bersenjata pada Selasa (15/2) lalu. Mereka diberi waktu 10 hari untuk merevisi konstitusi demi menyiapkan pemilu presiden dan legislatif yang dipercepat pada tahun ini.
"Kita akan menyelesaikan revisi dalam 10 hari, sementara referendum dan hasil bakal rampung dua bulan lagi," ujar anggota panel lainnya yang terdiri dari 8 orang, Sobhi Saleh. Dalam panel tersebut juga terdapat sejumlah hakim.
"Militer telah berjanji bahwa referendum akan dijaga oleh tentara dan polisi," ujar Saleh mantan anggota parlemen sekaligus tokoh terkemuka dari kelompok oposisi, Ikhwanul Muslimin.