REPUBLIKA.CO.ID,SANAA--Polisi anti huru hara Yaman menembak mati seorang pengunjuk rasa dan melukai lima orang lainnya pada hari Sabtu (19/2) ketika mereka melepaskan tembakan ke ribuan massa yang berbaris pada hari ke-10 di ibukota Sanaa.
Para pengunjuk rasa memulai berjalan pada pagi hari dari Universitas Sanaa kepada Kementeri Kehakiman sambil bernyanyi, "orang-orang ingin kejatuhan rezim," kemudian mereka didatangi oleh polisi anti huru-hara.Pasukan keamanan langsung menembaki mereka dan melemparkan batu. Seorang pejabat medis mengatakan satu orang tertembak di leher dan tewas. Dia berbicara dengan syarat anonim karena ia tidak berwenang berbicara kepada pers.
Hari itu adalah hari ke-10, protes yang terjadi di Yaman terinspirasi oleh pemberontakan di Mesir dan Tunisia, yang telah menewaskan tujuh orang di seluruh negeri. Demonstran menyerukan pengusiran Presiden Ali Abdullah Saleh - sekutu utama AS dalam memerangi teroris al-Qaida, yang telah memerintah negara selama 32 tahun.
Sementara itu penduduk di kota pelabuhan Aden, Yaman, di mana kerusuhan sengit telah mengakibatkan setidaknya empat korban tewas, mengatakan pasukan keamanan telah menghilang dari jalan-jalan, dan kota terancan dalam keadaan kekacauan. Penduduk mengatakan sekelompok pria sempat menjarah dan membakar gedung-gedung pemerintah dan tidak ada tanda-tanda keberadaan polisi atau militer.
Saleh sudah menghadapi kondisi yang sangat mengkhawatirkan, dengan ancaman dari militan al-Qaida yang ingin mengusir dia, gerakan separatis selatan dan pemberontakan bersenjata sporadis di utara. Untuk mencoba untuk memadamkan konflik, Saleh berjanji untuk memenuhi sebagian dari tuntutan para pemrotes dan telah dibantu oleh para kepala suku, yang merupakan basis utama dukungan baginya.
Tetapi seorang kepala suku dari suku Saleh sendiri cukup kritis terhadap berbagai kebijakan Saleh dan mengancam akan bergabung dengan demonstran, sebuah upaya nyata untuk menekan pemimpin yang diperangi dari sebuah negara Arab yang termasuk termiskin di dunia ini.
Saat ini di Yaman, sebagian besar pengunjuk rasa adalah mahasiswa, profesional berpendidikan dan aktivis yang menggunakan situs media sosial Facebook dan Twitter dengan memanggil warga masyarakat untuk ikut turun ke jalan