Senin 21 Feb 2011 13:56 WIB

Oposisi Libya tak Takut Perang Saudara

Rep: Abdullah Sammy/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Pernyataan putera Presiden Libya Muamma Gaddafi, Saif al-Islam Gaddafi yang mengatakan bahwa saat ini Libya berada di ambang perang perang saudara tidak membuat gentar kalangan oposisi di negeri itu. Pemimpin oposisi, Faiz Jibril mengatakan, massa telah siap dengan ancaman buldoser dan peluru tentara.

"Kami tidak takut. Kami tidak ingin kembali pada pemerintahan yang otoriter," kata Jibril yang kini berada dalam massa pengasingan di Mesir. Hal senda diungkapkan salah satu pemimpin aksi, Mohamed Abdul-Rahman. "Kami selama ini menghadapi perang selama 42 tahun. Jadi tidak ada yang takut dengan segala ancaman pemerintah," tegasnya.

Suasana Libya sendiri masih mencekam, terutama di kota Benghazi—pusat aksi oposisi. Tentara masih bersiaga dengan persenjataan lengkap. Akses internet pun diputus oleh pemerintah. Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice mengatakan, AS sangat prihatin akan kondisi terakhir di Libya.

Dia juga mengecam tindakan militer yang telah menembaki pengunjuk rasa di timur kota Benghazi. "Kami mengutuk keras terjadinya kekerasan. Unjuk rasa damai harusnya dihormati oleh pemerintah Libya," ujarnya.

AS sendiri cukup dirugikan dengan konflik di Libya karena investasi besar yang dilakukan salah satu perusahaan minyak AS, Los Angeles Occidental Petroleum Corp di Negara nomor 9 penghasil minyak terbesar dunia itu. Pasca pencabutan embargo ekonomi AS terhadap Libya tahun 2004, Occidental menjalin kerja sama dengan pemerintah Libya. Kerjasama meliputi eksplorasi minyak mentah dan gas bumi yang mencatat angka produksi 13 ribu barel per hari bagi AS.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement