Selasa 22 Feb 2011 09:15 WIB

Anak Gaddafi Bantah Perintahkan Militer Lakukan Serangan Udara

Saif Al Islam Gaddafi
Foto: AP
Saif Al Islam Gaddafi

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Putra Gaddafi, Saif al-Islam Gaddafi membantah laporan pesawat menyerang Tripoli dan Benghazi. Sebagaimana diberitakan, militer menggunakan serangan udara terhadap daerah terpencil, jauh dari permukiman, terhadap gudang amunisi.  

Dalam penampilannya di stasiun TV negara, Saif menjanjikan pembaruan "bersejarah" jika protes dihentikan. Namun pemrotes mengabaikan "isyarat baik tersebut". Bahkan saat Saif bicara, bentrokan pertama antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan diberitakan masih berkecamuk di pusat kota Tripoli, hingga fajar.

Protes besar pertama yang melanda negara anggota OPEC dan pemasok utama minyak buat Eropa tersebut telah membuat harga minyak melonjak.

Sebagian besar wilayah Tripoli dilaporkan ditutup pada Senin; Sekolah, kantor pemerintah dan kebanyakan toko tak beroperasi, kecuali beberapa toko roti. Anggota bersenjata dari organisasi

propemerintah yang menamakan diri "Komite Revolusioner" memburu pemrotes di kota tua Tripoli, kata seorang pemrotes kepada kantor berita transnasional.

Anggota milisi itu menduduki pusat kota dan tak seorang pun dilaporkan bisa berjalan di jalan. Kondisi di Tripoli diberitakan "amat-sangat rusuh".

Akibat jatuhnya korban jiwa, pengutukan pun mulai menerjang Gaddafi. Mantan duta besar Libya untuk Liga Arab di Kairo, Mesir, Abdel Moneim al-Houni --yang meletakkan jabatannya, Ahad (20/2), memihak pemrotes. Ia menuntut Gaddafi dan para komandan militer serta pembantunya diadili karena "melakukan pembunuhan massal di Libya".

"Rejim Gaddafi sekarang berada di sampah sejarah, sebab ia mengkhianati negara dan rakyatnya," kata al-Houni di dalam satu pernyataan yang dikutip kantor berita transnasional.

Seorang diplomat Libya di China, Hussein es-Sadek el-Mesrati, mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa ia meletakkan jabatan karena "tak mau mewakili pemerintah Mussolini dan Hitler".

Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton menyeru Gaddafi agar "menghentikan pertumpahan darah yang tak bisa diterima ini" dan menyatakan dunia mengamati semua peristiwa di Libya "dengan kekhawatiran".

Perdana Menteri Inggris David Cameron, yang mengunjungi negara tetangga Mesir, menyebut penindasan itu "mengerikan". Rejim Gaddafi dipandang menggunakan bentuk penindasan paling kejam terhadap rakyat yang ingin melihat negara mereka membuat kemajuan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement