REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Utusan nuklir Korea Selatan bertolak ke Washington, Kamis, guna menggelar pembicaraan terkait aktivitas nuklir Korea Utara setelah China melarang publikasi laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait program itu. Program tersebut terungkap pada November lalu yang secara potensial dapat menjadi jalan bagi upaya Korut menguasai senjata nuklir, sebagai tambahan untuk persediaan plutonium mereka.
Utusan Wi Sung-Lac mengatakan kepada wartawan bahwa kunjungannya akan berfokus pada lingkup program uranium itu dalam konteks Dewan Keamanan. "Akan dibahas juga cara untuk menciptakan kondisi yang tepat guna mengembalikan pembicaraan enam pihak terkait perlucutan nuklir Korut yang telah lama terhenti," katanya seperti dikutip kantor berita Yonhap.
Wi dijadwalkan bertemu dengan rekannya di AS, Sung Kim, serta Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Timur, Kurt Campbell, dalam kunjungan dua harinya, menurut kementerian luar negeri. Ia juga akan menggelar pembicaraan dengan utusan khusus AS untuk Korea Utara Stephen Bosworth dan sejumlah pejabat Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Pada Rabu, China yang merupakan sekutu Korut mencegah upaya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk mengumumkan sebuah laporan yang mengeluarkan sanksi terhadap Korut, kata para diplomat. Laporan komite tersebut menyerukan untuk penguatan implementasi mempertegas tindakan terhadap Korut yang telah melakukan pengayaan uranium, kata para diplomat itu.
Laporan itu menggambarkan pengayaan uranium Korut sebagai pelanggaran baru terhadap sanksi yang diberlakukan menyusul tes percobaan atom pada 2006 dan 2009. China mengetuai pembicaraan enam pihak yang terakhir digelar Desember 2008 dan telah mencoba untuk memulihkan pembicaraan guna meredakan ketegangan di Semenanjung Korea. Mereka mengatakan isu uranium tersebut harus dibahas dalam forum itu.
Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi meminta agar pembicaran itu dimulai kembali dalam kunjungan dua harinya di Seoul yang dimulai Rabu. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak menggambarkan ambisi nuklir Pyongyang sebagai ancaman bagi perdamaian regional dan bagi keberlangsungan rezim non proliferasi dunia.
"Upaya konstan Korea Utara yang mencoba mengembangkan program nuklir tetap menjadi tantangan, tidak hanya bagi isu keamanan antar Korea, namun juga perdamaian di Asia Timur Laut dan rezim non proliferasi dunia," kata Lee. Ia meminta kepada Korut agar mereka meninggalkan program nuklirnya dan mengikuti China dan Vietnam untuk membuka sistem ekonomi terpusatnya, sehingga kedua Korea dapat berdamai dan membangun komunitas ekonomi.