Jumat 25 Feb 2011 09:47 WIB
Pro-Kontra

Semua WNI Kami Bantu

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Johar Arif
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene (kiri)
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Usai Mesir, kini Libya menjadi target evakuasi WNI. Menurut catatan Kemenlu, jumlah WNI di Libya tercatat 875 orang, 130 di antaranya mahasiswa. Namun, Migrant Care mengatakan TKI di Libya saja sudah sekitar seribu orang, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sejauh ini belum ada kabar WNI jadi korban di tengah konfrontasi berdarah di negeri itu.

Upaya evakuasi WNI dari Libya sedang disiapkan. Pemerintah pun diminta agar tidak mengulang diskriminasi. Konon, dalam evakuasi WNI dari Mesir, yang diutamakan adalah mahasiswa dan keluarga diplomat. Sementara TKI ditinggalkan dalam situasi takut dan sulit. Akan seperti apa proses evakuasi kali ini? Berikut wawancara dengan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene:

Adakah upaya untuk mendata dan membantu TKI di Libya?

Pada prinsipnya, kami bantu semua, tidak ada diskriminasi, kecuali skala prioritas bagi kelompok rentan: wanita dan anak-anak.Tapi, harus ada dulu informasi keberadaan mereka (TKI) di sana. Jika tidak, KBRI akan sulit menjangkau. Kalau termasuk dalam 875 WNI yang terdaftar dalam data kita, akan mudah untuk mengevakuasinya.

Bagaimana kondisi terakhir WNI di Libya?

Situasi sangat dinamis dan tidak normal, tetapi mereka relatif masih cukup aman. Sebagian besar masih tinggal di tempat kediaman masing masing.  Tapi KBRI sudah menampung sepuluh WNI yang memerlukan tempat lebih aman. Kalau yang lainnya perlu pindah karena kediamnya tidak aman, mereka bisa bergerak ke KBRI.

Berapa jumlah WNI di sana?

Warga kita yang terdaftar sebanyak 875 orang. Sebagaian besar pekerja formal. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang disediakan kantornya. Termasuk 130 lebih mahasiwa yang tinggal di asrama.

Ada WNI yang jadi korban konflik?

Belum ada informasi ada warga kita yang menjadi korban di sana. Tapi kami mengimbau agar warga kita berhati-hati dan terus melakukan komunikasi dengan keduatan.

Gejolak di Libya ini menyebar di mana mana. Yang parah itu di daerah timur Libya. Sedangkan di Tripoli, meskipun bergejolak, tapi cendurng lebih terkendali. WNI ada beberapa yang tersebar di beberapa kota, namun sebagian besar di Tripoli dan sekitarnya.

Apa upaya pemerintah untuk mengembalikan mereka ke Indonesia, mengingat kondisi Libya semakin memanas?

Sejak awal, ketika kondisi di Libya mulai memburuk, sebenarnya sudah kita kaji opsi-opsi (evakuasinya). Baik lewat darat, laut, atau lewat udara. Tapi situasi di sana berubah-ubah, bahkan beberapa hari lalu transportasi udara tertutup. Sekarang sudah mulai terbuka kembali.

Tadi pagi (kemarin, red) Bapak Presiden sebelum bertolak ke Brunei sudah menyampaikan statement bahwa pemerintah sedang mempersiapkan kemungkinan perlindungan WNI di Tripoli. Hari ini telah dibahas di kantor Menkopolhukum.

Opsi apa yang sudah dipilih untuk kepulangan para WNI?

Kita akan segera melakukan evakuasi WNI dengan menggunakan pesawat udara. Sedang dipersiapkan langkah teknisnya. Sudah berbagai opsi dipertimbangkan dan disiapkan, disesuaikan dengan kondisi lapangan di Libya. Tentunya akan diberangkatkan duluan mereka yang siap. Pengiriman kapal terbang selanjutnya tergantung kesiapan kedutaan di sana.

Kesulitan apa yang dihadapi pemerintah untuk memulang WNI dari Libya?

Memang situasinya berbeda dengan di Mesir. Waktu di Mesir itu relatif lebih mulus persiapannya untuk proses evakuasi, karena massa (demonstran) terkonsentrasi di Lapangan Tahrir dan sekitarnya, serta di beberapa titik di Kairo atau kota lain.

Di Libya, situasinya lebih sulit. Bahkan, kalau kita lihat pemberitaan, sejumlah kota sudah dikuasai oleh pihak antipemerintah. Militernya juga mengalami perpecahan. Ada beberapa menteri yang mengundurkan diri. Jadi kondisinya memang lebih sulit dari Mesir.

Bagaimana sikap pemerintah Libya terhadap pemulangan WNI?

Saya tidak tahu kondisi persis di sana. Mereka mungkin lebih sibuk dengan situasi dalam negerinya. Tapi persiapan sudah kita lakukan. Seperti opsi-opsi tersebut memang sekarang sedang dikaji untuk tahap akhir guna persiapan langkah selanjutnya.

Bagaimana dengan sikap perusahaan tempat WNI bekerja, apakah melakukan upaya penyelematan juga?

Kita (pemerintah) sudah berkoordinasi dengan mereka. Beberapa perusahaan sudah menyiapkan langkah-langkah untuk (penyelamatan) pekerjanya.

Bagaimana dengan TKI sektor informal di sana, adakah upaya untuk mendata dan membantu mereka?

Tentunya harus ada informasi keberadaan mereka (TKI) di sana. Jika tidak ada informasinya, KBRI akan sulit menjangkau mereka. Kalau mereka termasuk dalam  875 WNI yang terdaftar dalam data kita, tentunya akan mudah bagi KBRI untuk proses evakuasi.

Selama ini, yang belum terdaftar, menghubungi kedutaan. Artinya, meskipun sudah terdata 875 orang, kalau memang ada yang tidak terdaftar, mereka dapat mengontak KBRI.

Kalau itu sulit, dibantu informasi yang solid dari Indonesia, dari keluarganya, dan sebagainya.  Staf keduataan juga sangat terbatas jumlahnya. Jadi infonya harus lengkap: dia ada dimana, nomor kontaknya, bagaimana bisa dihubungi.

Ada anggapan pemerintah bersikap diskriminatif terhadap TKI, seperti waktu evakuasi WNI dari Mesir?

Pada prinsipnya tidak ada diskriminasi. Kita bantu samua warga kita, apakah dia tenaga kerja atau bukan, prosedural atau tidak prosedural. Tapi memang, skala prioritas pasti ada, yaitu terhadap kelompok rentan, wanita dan anak-anak. Jadi, tidak ada diskriminasi,

Benarkah ada delapan TKI yang bekerja di kediaman Qaddafi?

KBRI sudah tahu masalah itu. Saat ini mereka sedang diupayakan untuk bisa diberikan perlindungan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement