Jumat 25 Feb 2011 15:41 WIB

Gaddafi Ajak Rakyatnya Rebut Senjata Para Demonstran

Pemimpin Libya, Moammar Gadhaffi
Foto: AP
Pemimpin Libya, Moammar Gadhaffi

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Pemimpin Libya Muammar Gaddafi Kamis (24/2) meminta penduduk merampas senjata para pengunjuk rasa yang menguasai sejumlah kota di Libya. "Konstitusi sangat jelas: ambil senjata dari mereka," kata Gaddafi, yang berbicara melalui telepon kepada televisi Libya, demikian Reuters melaporkan.

"Saya hanya mempunyai kewenangan moral," kata Gaddafi, yang seperti biasanya berusaha tampil sebagai seorang pemimpin revolusi rakyat, bukan sebagai seorang kepala negara eksekutif.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS menyatakan, Kamis, pemerintah Libya menganggap wartawan asing yang memasuki negara itu tanpa izin sebagai "kaki-tangan Al-Qaeda", demikian AFP melaporkan.

"Dalam pertemuan dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintah Libya, diplomat AS diberi tahu bahwa beberapa personel CNN, BBC Arabic dan Al-Arabiya akan diizinkan memasuki negara itu untuk meliput situasi saat ini," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

"Para pejabat senior ini juga mengatakan, sejumlah wartawan memasuki negara itu secara ilegal dan pemerintah Libya kini menganggap wartawan-wartawan ini sebagai kaki-tangan Al-Qaeda," katanya.

Pernyataan kementerian AS itu menambahkan, pemerintah Libya tidak bertanggung jawab atas keselamatan wartawan-wartawan itu -- yang berisiko "segera ditangkap" -- dan mendesak mereka bergabung dengan tim yang diizinkan.

Sejumlah wartawan asing memasuki Libya dari Mesir sejak pasukan yang setia pada Gaddafi meninggalkan sebagian besar daerah timur negara itu dan penentang pemerintahnya menguasai kota-kota di timur. Gaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara Perdana Menteri Ahmed Shafiq. Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi. Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement