Jumat 25 Feb 2011 18:51 WIB

Hassan: WNI Transit di Tunis, Mahasiswa tak ke Indonesia

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Hasan Wirajuda
Foto: ant
Hasan Wirajuda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Satgas Pemulangan WNI Hassan Wirajuda memilih opsi untuk transit di Tunis, Tunisia dalam melakukan evakuasi WNI dari Libya ke Indonesia. Pengangkutan WNI ke Tunis itu menggunakan pesawat sewaan. Skema pemulangan seperti dari Mesir akan diberlakukan setelah WNI berkumpul di Tunis.

Langkah itu diputuskan dalam rapat teknis Satgas di Bina Graha, Jumat (25/2). "Kita putuskan mengevakuasi warga kita dari Libya, kita akan menggunakan titik transit di Tunis, sebagai negara tetangga terdekat jaraknya katakanlah dibanding kembali ke Jordania yang semula juga kita hitung atau kembali langsung ke Indonesia," ujar Hassan usai rapat.

Pesawat sewaan Tunis Airbus digunakan dengan memperhatikan aspek-aspek lain, seperti komunikasi yang tidak mudah dan bandara masih kemungkinan ditutup. "Dapat saya informasikan, bahwa malam ini jam 11.00 WIB kurang lebih jam 5 sore waktu Libya, pesawat akan bertolak dari Tripoli ke Tunis mengangkut 262 orang," ujar Hassan.

Mereka akan ditransitkan dan ditampung di Tunisia selama tiga hari. Bahkan, PT Wika sudah mengatur kelanjutan penerbangan 201 karyawannya dari Tunis ke Jakarta berangkat pada Senin (28/2), tiba di Indonesia pada Selasa (29/2). Mereka adalah gelombang pertama.

Hassan mengatakan, mahasiswa Indonesia juga dibawa ke Tunis, namun tidak akan lanjut ke Indonesia. "Karena kalau kita hitung krisis di Libya dalam 2-3 minggu mesti sudah kondusif, sehingga dari situ kita pikirkan kembali pengembaliannya lagi mahasiswa kita di Tripoli supaya kegiatan belajarnya tidak terganggu," katanya. Satgas memutuskan untuk memberikan beasiswa khusus kepada mahasiswa itu selama tiga bulan.

"Selebihnya kita akan rancang dua pesawat carter yang sama yang kita carter hari ini untuk mengangkut yang mudah-mudahan berapa hari mendatang, sehingga dengan tiga kali pesawat kali 260 orang katakanlah maka itu akan meliputi jumlah 780 yang, artinya sudah mencakup hampir semua atau sebagian WNI," kata Hassan. Staf KBRI dan keluarga biasanya tetap tinggal di sana.

Mengenai TKI yang bekerja pada keluarga Ghadafi, Hassan mengatakan, hal itu tak mudah. "Seperti halnya TKI dan TKW yang bekerja di istana Ben Ali di Tunisia itu juga baru bisa mereka peroleh izin keluar setelah Ben aAi melarikan diri, karena itu mereka bisa bebas dan diurus oleh KBRI. Jadi kita upayakan evakuasi sebelum krisis politik masalahnya selesai," katanya.

Hassan mengakui ada kesulitan komunikasi di Libya. "Tidak mudah, termasuk dengan kedutaan kita ya biasa dalam situasi krisis seperti itu komunikasi juga dimanfaatkan oleh rezim untuk menghambat, oleh karena itu banyak cara kita andalkan di KBRI kita," katanya. KBRI diandalkan untuk mengirimkan informasi terkini di lokasi ke Jakarta.

Hassan mengingatkan, WNI di Libya berjumlah 870 orang, terdiri dari karyawan PT Wika 201 orang; mahasiswa 150 orang; TKI 60 orang termasuk 8 yang bekerja di istana Moammar Ghadafi; selebihnya pekerja di perusahaan asing, yaitu di perusahaan Malta. "Mahasiswa kita umumnya di satu universitas," kata Hassan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement