REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Meski sama-sama mengalami gejolak politik dalam negeri, kondisi di Libya tidaklah sama dengan apa yang terjadi di Mesir. Evakuasi di negeri seribu menara tersebut terbilang mudah, mengingat pemerintah setempat membuka pintu selebar-lebarnya untuk hal tersebut.
Sementara untuk negara yang berada di benua Afrika bagian utara ini, terbilang sulit. Pemerintah Libya boleh dibilang sibuk menghalau aksi demonstrasi penentang Presiden Muammar Ghaddhafi, ketimbang membuka pintu untuk mengungsikan para warga negara asing yang bermukim di sana.
Berdasarkan informasi terbaru, untuk warga negara Indonesia (WNI) misalnya, pihak KBRI di Tripoli mengaku kesulitan untuk melakukan evakuasi. Sebab, pihak KBRI harus menjemputnya mereka dari rumah ke rumah.
Tidak hanya itu, air minum atau air mineral yang baisa dijajakkan pun susah dibeli karena semakin dibatsi, gas dibatasi untuk memasak, juga kelangkaan bahan makanan akibat situasi politik yang tidak menentu.
Untuk memperlancar evakuasi, Athan dari KBRI Mesir akan dikirim ke Tunisia pada Sabtu (26/2) malam berdasarkan pengalaman evakuasi WNI di Mesir sebelumnya.
Sementara dari ari 870 WNI yang dievakuasi di Libya, 257 WNI dievakuasi dari Tripoli dengan menggunakan pesawat charter Tunish Air telah tiba semalam di Tunish. Ada dua kloter lagi sedang diupayakan untuk mengangkut WNI dr Libya ke Tunisia.
Sebanyak 80 orang ditampung di rumah Dubes Tunisia, selebihnya ditampung di rumah rumah staf KBRI karena darurat. Satgas dini hari tadi telah memberangkatkan 4 orang Kemlu yang dibekali logistik, telepon satelit dan rompi anti peluru akan membantu proses evakuasi dari Tripoli.
Perkembangan terakhir dr KBRI Tunisia, WNI yang akan dievakuasi kloter pertama masih tertahan di bandara Tripoli karena semula akan diberangkatkan pukul 04.00 dini hari waktu Tripoli (09.00 wiB) izin terbangnya baru akan diberikan dua jam kemudian (pukul 11.00 WIB hari Sabtu ini) menuju Tunisia.