REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Pemberontak Libya menahan satu unit pasukan khusus Inggris di timur negara itu setelah satu misi diplomatik untuk melakukan kontak dengan para pemimpin oposisi telah diketahui sebelumnya, kata surat kabar Sunday Times. Tim itu, yang diperkirakan berjumlah delapan orang tentara SAS dicegat ketika mereka mengawal seorang diplomat senior melewati daerah yang dikuasai pemberontak, kata surat kabar itu.
Kementerian luar negeri dalam pernyataan singkat mengatakan pihaknya tidak dapat "mengonfirmasikan atau membantah" berita itu. Pada hari Sabtu kelompok hak asasi manusia Human Rights Solidarity yang berpusat di Jenewa dan mempekerjakan sejumlah warga Libya di pengasingan mengemukakan kepada Reuters melalui telepon satu tim "delapan personil pasukan khusus" ditahan pemberontak.
Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Luar negeri berulang-ulang menolak memberi komentar mengenai laporan kelompok itu. Intervensi pasukan khusus SAS itu tampaknya membuat marah para tokoh oposisi Libya, yang memerintahkan serdadu-serdadu itu dikurung di satu pangkalan militer, kata surat kabar itu.
Para penentang pemimpin Libya Muamar Gaddafi khawatir ia dapat menggunakan setiap bukti intervensi militer Barat untuk menggalang dukungan patriotik bagi kekuasaan 41 tahunnya dalam menghadapi pemberontakan dua pekan itu. Mengutip sumber-sumber Libya, Sunday Times mengatakan pasukan khusus itu dibawa oleh pemberontak ke Benghazi, kota terbesar kedua Libya dan pusat pemberontakan, dan ditahan sebelum salah seorang dari para politisi paling senior memeriksa mereka.
Surat kabar itu mengatakan diplomat yunior yang mereka kawal itu sedang bersiap-siap menerima kunjungan seorang pejabat lebih senior menjelang pembukaan hubungan diplomatik dengan pemberontak. Kantor berita AFP memberitakan Perdana Menteri Inggris David Cameron, Selasa pekan lalu mengatakan negara-negara Barat harus meningkatkan kontak dengan pihak oposisi Libya untuk memperoleh pengertian lebih luas tentang niat-niat mereka.
Menlu Inggris William Hague melakukan percakapan telepon dengan Jendral Abdel Fatah Yunis, menteri dalam negeri yang membelot tentang situasi di lapangan. Surat kabar itu mengatakan para pejabat oposisi Libya kabarnya akan berusaha menutupi insiden itu karena khawatir adanya tindakan yang tidak baik dari warga Libya.